Lihat ke Halaman Asli

Totok Siswantara

TERVERIFIKASI

Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Titik Balik AHY dan Kemurahan Hati untuk Memikul Semangat Zaman

Diperbarui: 4 September 2023   18:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

AHY melakukan kegiatan seni (dok IG AHY )

Titik Balik AHY dan Kemurahan Hati untuk Memikul Semangat Zaman

"Saya tentunya tidak lupa mengucapkan selamat kepada Bapak Anies Rasyid Baswedan dan juga Bapak Muhaimin Iskandar yang baru saja mendeklarasikan sebagai pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden 2024 ke depan", ujar Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam pidato politiknya hari ini.

Penulis melihat pernyataan AHY tersebut tidak sekedar kondisi dirinya dan segenap partainya yang sudah move on. Lebih dari itu, penulis melihat ini adalah turning point atau titik balik bagi kepemimpinan AHY. Titik balik yang akan terus menanjak dan kelak akan menerima tanggung jawab kepemimpinan nasional.

Turning point atau titik balik menjadi sebuah periode atau dilatasi waktu yang dialami oleh seseorang ketika terjadi transformasi yang signifikan. Sering ditemui dalam proses ini adanya perbedaan gap kondisi realistis dan kondisi ideal.

Titik balik AHY terlihat diikuti oleh jiwa Magnanimity yakni kemurahan hati untuk memikul semangat zaman.

Di dalam primbon politik, ada dua macam perilaku politisi yang tengah mengalami pukulan politik. Perilaku yang pertama apa yang disebut oleh Charles Maier dengan istilah Politik Verdrossenheit, atau "kekerdilan" politik. Sedangkan yang kedua adalah berperilaku magnanimity yang berarti kemurahan hati atau berjiwa besar.

Banyak contoh teladan tentang magnanimity dari para pemimpin bangsa saat dirinya sedang mengalami pukulan politik yang hebat. Contohnya kebesaran jiwa dan kemurahan hati Bung Karno saat kepemimpinannya diganggu dengan cara yang kasar, namun dirinya tidak mau menggunakan perintah kekerasan untuk melawan. Karena Bung Karno sangat mencintai persatuan Indonesia.

Kalau pada saat itu Bung Karno tidak berjiwa besar, maka kemungkinan akan keluar maklumat "pilih" Bung Karno atau Soeharto. Dapat dipastikan rakyat akan tetap pilih Bung Karno. Apalagi pihak Angkatan Laut, Angkatan Udara, Kepolisian Negara dan sebagian kesatuan dilingkungan AD masih setia dengan Bung Karno. Dan opsi diatas kemungkinan besar akan membawa situasi pertumpahan darah akibat perang saudara.

Tetapi mahkamah sejarah telah membuktikan kebesaran jiwa seorang pemimpin bangsa. Bung Karno tidak mengeluarkan maklumat tersebut secuilpun. Dirinya tidak mau menukar kebangkrutan politik yang sedang dialaminya dengan perang sesama anak bangsa dan segala macam bentuk konflik horizontal lainnya.

Kebesaran jiwanya menundukkan kekerdilan politik, karena Bung Karno merasa "eman" ( sangat sayang ) dengan bibit persatuan Indonesia yang telah lama disemainya. Bung Karno memilih menjadi tumbal kebangkrutan politik bangsanya, asal "Mahatma" Persatuan Indonesia (baca: gelora jiwa persatuan Indonesia) tidak terkubur oleh zaman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline