Lihat ke Halaman Asli

Totok Siswantara

TERVERIFIKASI

Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Marhaenisme dan Jiwa Kerakyatan Anies Baswedan

Diperbarui: 24 Juli 2023   18:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anies Baswedan berdialog dengan massa buruh ( sumber gambar : KOMPAS.com / VITORIO MANTALEAN)

Marhaenisme dan Jiwa Kerakyatan Anies Baswedan

Sebagai rakyat jelata yang sudah tercatum dalam DPT Pemilu 2024 penulis berkewajiban menimbang-nimbang secara seksama para capres dan cawapres yang akan bertarung dalam pesta demokrasi. Kali ini timbangan yang saya gunakan adalah untuk mengukur jiwa kerakyatan dalam konteks Marhaenisme dari calon presiden Koalisi Perubahan, yang tiada lain adalah Anies Baswedan.

Dulu saya belajar dan berusaha menghayati ajaran Bung Karno tentang Marhaenisme dari Mbah Mi'an, Sang "Dadung Awuk" tokoh dan pejuang kerakyataan dari kampung halaman saya, Kabupaten Nganjuk Jawa Timur. Mbah Mi'an adalah penasehat spiritual dan pendukung kuat Megawati Soekarnoputri pada saat "dikuyo-kuyo" oleh rezim orde-baru. Pada Pemilu 1982 saya rajin mengikuti orasi atau pidato kerakyatan yang disampaikan oleh Mbah Mi'an saat kampanye untuk partai banteng.

Saat itu kampanye partai banteng di pelosok desa hanya diikuti oleh segelintir orang. Saya masih terbayang setiap kampanye selalu "dikiting" oleh beberapa intel dan selalu ada ODGJ alias gelandangan psikotis yang didrop oleh pihak tertentu untuk "jogetan" mengacaukan suasana di sekitar panggung orasi. Namun Sang Dadung Awuk tetap berapi-api dalam pidatonya yang berisi tentang pembelaan terhadap wong cilik dalam bingkai Marhaenisme yang sesuai dengan semangat zaman.

Pada eranya Dadung Awuk itu rakyat di Nganjuk masih takut menghadiri kampanye partai banteng. Namun setelah gerakan reformasi dan rezim Soeharto jatuh, PDI Perjuangan selalu unggul dalam meraih suara Pemilu di Nganjuk. Yang cukup istimewa adalah kini Nganjuk dipimpin oleh seorang Bupati yang berjiwa kerakyatan, yakni Marhaen Djumadi.

Bung Karno dalam acara Peringatan Hari Buruh Sedunia tahun 1946 (sumber foto istimewa via infomassa.com)

Berani Vivere Pericoloso terkait Sistem Pengupahan

Bung Karno memberikan penghargaan luar biasa kepada kaum buruh karena sebagai "pemanggul setia panji-panji revolusi sosial". Pada era sekarang ini kaum pekerja/buruh sangat relevan disebut sebagai kaum Marhaen. Adakah para capres sekarang ini yang menaruh perhatian luar biasa terhadap nasib dan masa depan kaum Marhaen dalam arti yang sejati. Diantara ketiga bakal capres saat ini saya mulai menimbang kadar Marhaenisme, dimulai dari Anies Baswedan.

Sebagai aktivis serikat pekerja/buruh, saya melihat langsung kebijakan Bung Anies terkait dengan ketenagakerjaan atau perburuhan yang sangat kental dengan ideologi kerakyatan Presiden pertama RI Bung Karno. Yang lebih dikenal dengan Marhaenisme.

Langkah Bung Anies saat menjadi Gubernur DKI Jakarta dalam menangani masalah perburuhan boleh dibilang Vivere Pericoloso Karena harus menghadapi kebijakan pemerintah pusat dan kepentingan pengusaha. Bung Anies telah berusaha melakukan reinventing Marhaenisme di Ibu Kota. Reinventing dalam arti menggali kembali ajaran Bung karno yang kental dengan nilai-nilai yang memperjuangkan nasib wong cilik yang notabene adalah kaum Marhaen.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline