Temperatur ekstrim atau panas terik akibat musim kemarau menimbulkan masalah serius. Penulis punya pengalaman terkait dengan beratnya bekerja di bagian pergudangan yang terkait dengan fuel system industri penerbangan. Kemarau benar-benar mencekam bagi para pekerja, terik panas yang menyengat ubun-ubun menyebabkan mandi keringat. Kondisi itu menyebabkan badan lemah dan serangan ngantuk yang luar biasa. Sulit berkonsentrasi dan emosi menjadi tidak stabil.
Petaka terus mengintip saat terjadi temperatur tinggi disertai dengan tingkat polusi udara diatas normal, yakni terkait dengan keselamatan dan kesehatan di sekitar bangunan gudang. Terutama gudang yang berfungsi menyimpan bahan berbahaya dan beracun (B3).
Tanpa disadari bahaya kebakaran dan pencemaran B3 mengintip di ruang publik. Keniscayaan, memastikan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) untuk pabrik maupun unit-unit usaha hingga instansi pemerintah yang memiliki bangunan gudang.
Perlu insentif bagi pekerja yang mengurus gudang, insentif yang minimal adalah menyediakan alat pelindung diri, obat-obatan hingga minuman dan makanan yang cukup untuk pekerja bagian gudang. Tidak jarang petaka terjadi ketika pekerja sedang lengah, karena sedang mencari makan dan minum di luar. Atau kondisi pekerja sedang tidak sehat.
Perhatian kepada pekerja yang bertugas dengan gudang tidak boleh kendor. Prinsip-prinsip teknik pengamanan dan kelancaran gudang perlu disegarkan. Kemarau yang mencekam disertai dengan tingkat polusi yang tinggi berpotensi membuyarkan konsentrasi dan memicu kecemasan.
Temperatur lingkungan yang tinggi berpotensi menyebabkan kebakaran atau ledakan akibat human error dan kerusakan atau malfunction peralatan. Selain itu material yang tergolong B3 mudah berubah bentuk atau terurai yang berakibat kerugian.
Saat ini semakin banyak perusahaan yang melibatkan bahan kimia berbahaya. Perlu investigasi total dan pembenahan manajemen risiko. Manajemen risiko termasuk aspek sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Manajemen risiko mencakup prinsip, kerangka kerja, dan proses untuk mengelola risiko secara efektif. Peristiwa risiko dicirikan sebagai kombinasi baik probabilitas dan konsekuensi dari peristiwa yang tidak diinginkan.
Proses manajemen risiko pada prinsipnya meliputi mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, mengendalikan, berkomunikasi, dan memantau. Mayoritas teori yang mendasari proses dari manajemen risiko merujuk teori Nobel Herbert A. Simon. Pakar yang meraih penghargaan Nobel itu mengidentifikasi tiga fase dasar dari pengambilan keputusan dalam risiko dan ketidakpastian yaitu intelligence atau identifikasi risiko, design atau analisa risiko dan implementation atau penanggulangan risiko.
Salah satu contohnya, manajemen risiko untuk industri migas dimulai dengan pendekatan multidisiplin. Proses manajemen risiko organisasi juga disediakan dalam standar American Petroleum Institute (API) dan praktik yang direkomendasikan serta standar Organisasi Internasional untuk Standardisasi (ISO). Matriks risiko kadang-kadang juga disebut Probability Matrix atau Impact Matrix adalah alat yang efektif yang dapat membantu dalam evaluasi risiko dengan berfokus pada kemungkinan risiko potensial.