Lihat ke Halaman Asli

Toto Karyanto

Bukan yang banyak pasti baik, tapi yang baik pastilah yang banyak.

Pemanduan Bakat Atlet Berprestasi, Antara Hak dan Masa Depan Anak

Diperbarui: 20 November 2019   11:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Atlet masa depan Perkemi Kab. Kebumen berpose dengan sang Ketua yang masih muda. Dokpri.

Kasus audisi cabang olahraga bulu tangkis yang menyeret KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) menuai banyak kontroversi. Warganet spontan bereaksi sangat keras atas informasi yang berujung tuntutan pembubaran lembaga itu ( satu ).  

Meski telah disepakati adanya "jalan tengah" atas kasus itu, yang diantaranya akan melibatkan Kepala Daerah dan BUMN dalam pemanduan atlet, namun bukan hal mudah dan menyelesaikan masalah dengan segera ( dua ). 

Banyak atlet juara dunia dalam fase pemanduan bakat mengikuti cara China ( tiga ). Di era sekarang dan ke depan, proses pemanduan bakat atlet menggunakan pendekatan ilmu dan teknologi keolahragaan ( empat ).  

Pemanduan bakat di daerah banyak terkendala oleh ketidak-pahaman para pengambil kebijakan dalam proses pemanduan bakat dan pembinaan atlet potensial berprestasi ( lima ).

Dari puluhan juta orang Indonesia, ada jutaan yang menggemari olahraga. Dua cabang olahraga diantara yang paling digemari adalah sepakbola dan bulu tangkis. 

Prestasi para atlet bulu tangkis masih bisa dibanggakan, meski naik turunnya cukup cepat karena ketatnya sistem kompetisi di tingkat nasional maupun dunia. 

Kebanyakan, bahkan boleh dikatakan semuanya,  di antara mereka yang kini menduduki peringkat atlet nasional adalah  hasil pemantauan lapangan dalam proses pemanduan bakat secara sistematis dan terukur. Audisi PB Djarum, terlepas dari kontroversinya, adalah salah satunya.

Mereka mencari bibit-bibit unggul sampai ke pelosok negeri. Dari semua bibit yang terjaring kemudian diberi bobot berupa porsi latihan yang sesuai dengan iptek keolahragaan.   Bagaimana dengan bebet -nya ? Silakan dikulik dengan  sumber ini .

Berbeda dengan sepakbola yang beberapa tahun terakhir lebih suka cara instan dengan proses naturalisasi, pemanduan bakat oleh pelatih cabang-cabang olahraga yang kurang atau tidak popular semisal bridge bukan hal mudah dengan dihapusnya cabang itu dari Popda (di Provinsi Jawa Tengah mulai 2014) dan PON 2020. 

Sementara itu, bagi daerah tertentu, Popda (Pekan Olahraga Pelajar Daerah) adalah tolak ukur utama bagi proses pemanduan bakat dan pembinaan atlet usia dini. Di cabang olahraga otak ini, pemanduan bakat umumnya dimulai pada umur 10 tahun. Setelah calon atlet mampu menguasai pengetahuan dasar, calistung (baca, tulis dan hitung).  

Terutama menghitung, karena sebagian besar komponen cabang olahraga ini adalah menghitung. Baik yang tambah, kurang, bagi dan kali. Bahkan sejak awal telah diajarkan cara atau metoda aplikasi statistika yaitu menghitung distribusi frekuensi dan probalilitas kartu. Informasi tentang hal ini dapat disimak di sini   dan  ini . 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline