Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang biasa dilakukan oleh KPK, kini telah terjadi di awal tahun dan dilakukan oleh Polri atas kasus pemalakan dana bantuan rehabilitasi masjid pasca gempa Lombok Agustus 2018 lalu.
Pelakunya bernama Lali Basuki Rahman (LBR), seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang juga staf di lingkungan KUA (Kantor Urusan Agama) di satu kecamatan di Kabupaten Lombok Barat. LBR ditangkap oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Mataram usai memalak bantuan dana rehabilitasi masjid yang terdampak gempa bumi.
Sebagaimana dirilis Kompas , penangkapan itu adalah hasil pengamatan atau pencermatan Polri atas lambatnya proses pembangunan kembali sejumlah masjid terdampak gempa bumi Lombok serta informasi dan pengaduan masyarakat. Dalam OTT itu ditemukan sejumlah barang bukti yang menguatkan. Pelaku kemudian dibawa ke Mapolres Mataram untuk pemeriksaan lanjutan.
Penggelapan dana bantuan bencana telah terjadi sejak lama. Dari satu ke lain bencana, kita sering mendengar dan membaca cerita-cerita keterlambatan dan ketidak-jelasan penyaluran bantuan bagi korban. Ada juga hilang seolah ditelan gelap malam, tak jelas rimbanya atau apapun istilah lainnya.
Pemalakan bantuan dana bencana boleh jadi merupakan modus lama yang baru terungkap sekarang oleh penegak hukum, dalam hal ini Polri. Seperti diketahui, Indonesia adalah lokasi bencana dengan beragam sebab. Faktor alam sangat jelas dengan banyak gunung berapi aktif, cincin api dan kondisi geografi serta geologi.
Faktor manusia yang sangat komplek menyumbang banyak masalah. Dari urusan perut yang tak bisa disalahkan begitu saja sampai ketamakan orang-orang yang merasa berkuasa. Dan mentalitas pengemis yang dibungkus aktivitas penggalangan dana dan lain sebagainya.
Kasus OTT bantuan dana bencana tadi adalah kasus kecil dari yang muncul ke permukaan. Di bawahnya ada beragam praktik culas pemotongan dana bencana yang bernilai miliaran sampai triliunan rupiah dalam berbagai modus.
Pada kasus terakhir yang terjadi di level staf kantor di wilayah kecamatan, oleh ASN yang notabenenya adalah penyelenggara negara yang memang pantas diberikan ancaman dengan UU Tipikor.
Pertanyaan yang menggelayut di benak orang bodoh ini misalnya, " Apakah Lalu bekerja sendiri ? Atau bekerjasama dengan pihak lain, siapa dan pada level apa? Jika melihat prosentase dana yang dipalak berada di kisaran 10 - 20% , apa mungkin nyali Lali sehebat itu?
Meminjam istilah popular, kasus korupsi dana negara adalah fenomena gunung es yang kecil di permukaan. Luar biasa besar dan dalam jika ditelusur segenap isinya. Pemalakan dana bantuan yang bersumber dari APBN, APBD atau dana hibah acapkali disebut fee ini selama hanya dinilai dari sisi materialnya akan selalu lebih kecil dari dampak negatif dari kejadian-kejadian yang biasanya lebih bersifat immaterial.
Atas kejadian itu, jangan salahkan alam yang murka menggulung siapapun tanpa pandang bulu. Yang baik digulung, yang tidak baik juga dilindas. Sudah banyak pelajaran yang diberikan, korupsi tetap jalan melenggang. Ratusan OTT digelar, kian banyak yang dikejar, tapi tetap saja revisi UU Tipikor mangkrak.