Lihat ke Halaman Asli

Toto Karyanto

Bukan yang banyak pasti baik, tapi yang baik pastilah yang banyak.

Saat Parpol Tak (Mau) Menanggung Beban

Diperbarui: 19 Oktober 2018   03:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: gunungan karya Ki Slamet Esser. Dokpri.

Biaya penyelenggaraan pesta demokrasi di Indonesia kian mahal dengan tambahan biaya saksi TPS yang dimintakan dari APBN. Nilainya cukup besar, hampir empat triliun rupiah. 

Suatu jumlah yang sangat berarti untuk membangun kembali beberapa daerah yang terdampak bencana alam. Di Lombok, Sulteng, Madura dan beberapa tempat lainnya. Kenapa harus menyandingkan kehadiran saksi parpol dengan bencana alam. Kata kuncinya adalah korban. 

Pernyataan yang dilontarkan Ketua Komisi II sebagaimana dikutip dari Kompas.com

Sebab, besar anggaran tidak seberapa dibandingkan dengan proses demokrasi yang harus dikorbankan jika tidak semua partai bisa menyediakan saksi.

"Saya kira nggak besar (jumlahnya) dibanding proses demokrasi yang kita akan korbankan. Kalau ada partai yang nggak bisa kirim saksi ke TPS, gimana nasibnya? Siapa yang akan awasi? Itulah biaya demokrasi kita," tandasnya.

Kehadiran saksi dalam Pemilu adalah tanggung jawab mutlak peserta. Dari rekrutmen sampai kepada hal yang paling ditunggu: upah atau apapun namanya. Kalau tanggungjawab itu "dibebankan kepada negara lewat APBN" yang artinya merupakan beban rakyat, lalu apa hakikat kedudukan partai politik bagi kemaslahatan orang banyak?? 

Partai politik dalam konteks kenegaraan adalah satu dari berbagai instrumen demokrasi. Kehadiran partai politik adalah sangat jelas karena kepentingan golongan. Bukan semata-mata kepentingan negara. Alangkah naifnya, ketika haknya telah diberikan lalu begitu saja akan melemparkan tanggung jawabnya?

Berita terakhir menyebutkan bahwa dua institusi penyelenggara Pemilu yakni KPU dan Bawaslu menolak    untuk mengelola dana saksi TPS dengan alasan masing-masing. KPU merasa sudah kelebihan beban kerja. Sementara Bawaslu hanya berhak melatih saksi. Pemerintah pasti juga akan melakukan hal sama. Selain alasan menjaga netralitas, selaku penyelenggara negara, pemerintah tak ingin menanggung risiko dituding mengkhianati rakyat.  

Lalu, kalau semua institusi yang digadang-gadang menolak, siapa yang akan "menangkap batu yang dilempar oleh Komisi II DPR RI" itu ??? 

Mari kita berpikir jernih dan cerdas atas masalah ini. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline