Lihat ke Halaman Asli

Toto Sukisno

Berlatih Berbagi Sambil Tertatih, Menulis Agar Membaca, Membaca Untuk Memahami

Perilaku Hemat Energi Listrik, Himbauan atau Kebutuhan?

Diperbarui: 31 Mei 2022   08:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: pikiran-rakyat.com

Energi listrik merupakan kebutuhan primer yang tidak bisa dipisahkan dengan manusia masa kini, khususnya generasi stroberi (meminjam istilahnya Prof. Rhenald Kasali). Contoh yang menggambarkan bagaimana generasi stroberi tidak dapat dipisahkan dengan ketersediaan energi adalah penggunaan telepon pintar (smartphone) yang selalu menemani setiap saat dan di semua tempat. Setiap generasi stroberi berpergian, pertanyaan pertama yang diajukan adalah “colokan listrik” nya dimana? Ini hal kecil yang menunjukkan betapa ketergantungan generasi stroberi terhadap sumber energi sangatlah tinggi.

Dalam dunia energi, adagium yang sangat populer salah satunya adalah “energi merupakan titipan anak cucu kita”, termasuk didalamnya adalah energi listrik. Sebagai barang titipan, sudah barang tentu kita memiliki tanggung jawab untuk menjaganya sehingga barang titipan tersebut tersampaikan ke anak cucu tanpa kurang satu apapun. Pendek kata, apa yang kita nikmati saat ini (khususnya energi listrik) juga harus dapat dinikmati oleh anak cucu kita kelak.

Sumber energi listrik ditinjau dari jenis pembangkitnya dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu sumber energi yang tidak terbarukan (fosil) dan sumber energi yang terbarukan yang lazim disebut dengan energi baru terbarukan (EBT). Data terbaru berdasarkan buku Statisitik Ketenagalistrikan Tahun 2020, kapasitas pembangkit terpasang masih didominasi oleh pembangkit listrik fosil, yaitu sebesar 85,63 persen, sisanya adalah pembangkit listrik non fosil sebesar 14,37 persen, dengan nilai total kapasitas daya pembangkit sebesar 72.750,72 MW. Sebagaimana khalayak umum ketahui, bahwa fosil merupakan sumber energi yang terbatas jumlahnya, sehingga penggunaan terhadap energi tersebut perlu dikelola secara optimal. Ketidakberhasilan dalam pengelolaan energi fosil yang salah satunya diakibatkan penggunaan yang tidak efisien akan mengakibatkan kegagalan kita semua dalam mengemban amanah yang harus disampaikan kepada anak cucu kita.

Secara mendasar, penggunaan energi khususnya energi listrik yang tidak efisien diakibatkan oleh dua hal, pertama perilaku, dan yang kedua adalah teknologi. Tulisan ini hanya akan mengupas sedikit tentang faktor perilaku dalam penggunaan energi. Menurut Ashford (1993), dalam papernya yang melegenda dengan judul “Organisational Management and its Relationship with Energy Efficiency”, pengelolaan energi yang terukur dapat mengurangi konsumsi (menghemat) sepuluh persen atau lebih. Salah satu komponen dalam matrik pengelolaan yang disampaikan Ashford adalah motivasi yang diejawantahkan dalam bentuk komitmen dan dimanifestasikan dalam bentuk tindakan.

Pengalaman penulis selama ini, serta didukung dengan penelitian-penelitian sejenis, sebagian besar saudara-saudara kita baik itu di lingkungan kita tinggal maupun di lingkungan kantor dimana kita bekerja, masih belum memiliki kesadaran terhadap upaya untuk melakukan penghematan energi. Contoh paling sederhana saat di rumah, masih sering kita jumpai lampu menyala padahal tidak dibutuhkan, TV dalam kondisi standby, laptop atau komputer masih menyala padahal tidak digunakan, dan masih banyak lagi perilaku yang mengakibatkan energi terbuang ‘unfaedah’. Perilaku seperti ini tentu harus dirubah agar kita semua bisa menjadi orang yang amanah sehingga dapat meneruskan titipan energi untuk anak cucu kita.

Dikeluarkannya INPRES No 2 Tahun 2008 yang selanjutnya direvisi dengan INPRES No 13 Tahun 2011 tentang Penghematan Energi dan Air menunjukkan perlunya legalitas dan formalitas dalam program penghematan energi akibat minimnya kesadaran masyarakat. Dalam bingkai formalitas, perilaku hemat energi merupakan cerminan dari seorang warga negara yang patuh terhadap himbauan pemerintah, oleh karena itu kepatuhan ini perlu untuk dipupuk dan dijaga terus menerus melalui berbagai upaya, salah satunya pemberian reward. Berawal dari perilaku yang distimulan akibat himbauan, besar harapan setelah sekian lama berjalan akan menjadi kebiasaan, dan akan berujung menjadi kebutuhan. Bagaimanapun perilaku hemat energi pada hakikatnya merupakan sebuah kebutuhan karena akan memberikan banyak keuntungan, baik secara finansial maupaun secara moral.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline