Lihat ke Halaman Asli

Sugiyantoro

News - Opini | SHOLATLAH, masuk SURGA nda bisa NYOGOK |

Dana Desa: Antara Asa dan Realita

Diperbarui: 18 September 2021   16:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi diambil dari sumber Floresa.co

Anggaran Dana Desa

"Pecunia non olet, uang tak berbau".

TOPIK PILIHAN Kompasiana bertajuk "Anggaran Dana Desa Paling Rentan Dikorupsi" menarik dan beralasan untuk dikulik-kulik dalam berbagai sudut pandang.

Menarik untuk menjadi bahan diskusi dari mulai warung kopi, meja dan mimbar akademisi sampai rapat para menteri.

Beralasan karena senada dengan upaya clean and good gaverment yang terus digelorakan baik oleh pemerintah itu sendiri maupun kalangan para pegiat, organisasi anti korupsi.

Berdasar pada rilis ICW yang menyebutkan bahwa anggaran dana desa merupakan dana yang paling rentan dikorupsi. Pejabat daerah teridentifikasi paling banyak melakukan korupsi sepanjang semester satu 2021.

Peneliti ICW Lalola Easter menyebut ada 62 kasus korupsi yang dilakukan aparat pemerintah desa. Lalu diikuti oleh pemerintah kabupaten, dan pemerintah kota dengan masing-masing 60 dan 17 kasus.

Gerakan Reformasi 1998.

Membincang tajuk "Anggaran Dana Desa Paling Rentan Dikorupsi" tak bisa lepas dari kemunculan gerakan reformasi 1998 oleh para mahasiswa. Karena sejatinya, dalam satu sisi, reformasi 1998 adalah jalan tol bagi upaya terciptanya demokratisasi di tingkat desa.

Berbagai produk, payung hukum yang mengkokohkan eksistensi desa, muncul pasca reformasi 1998 tersebut. Taruhlah, UU No.22 Tahun 1999, membuka kran partisipasi warga desa melalui wadah yang bernama Badan Perwakilan Desa (BPD). Lalu muncul lagi UU No.23 Tahun 2014, yang mengubah wadah BPD itu menjadi wadah bernama Badan Permusyawaratan Desa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline