Lihat ke Halaman Asli

Pluralisme Burasa Lebaran

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa lebaran itu bukan hanya untuk umat Muslim terkhusus bagi yang tinggal di Indonesia. Memasuki lebaran menjadi momentum bagi siapa saja yang ada di tanah rantau untuk kembali ke kampung halaman. Tali persaudaraan kita sebagai masyarakat Indonesia masih sangat kuat antara satu dengan yang lainnya sehingga dimanapun seseorang berada pasti akan memiliki ikatan emosional yang erat dengan tanah kelahirannya. Momentum lebaran inilah yang menjadi magnet untuk mempersatukan sebuah keluarga besar di kampung halaman.

Tak ayal jika masyarakat non-muslim juga ikut merasakan aura lebaran. Kehadiran sanak saudara dari tanah rantau membawa kebahagiaan tersendiri dalam rumah dan juga kepada para tetangga. Sepertinya lebaran ini sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia secara umum.

Hal yang sama kami rasakan di Sidoarjo, Jawa Timur. Saya kebetulan tinggal bersama keluarga besar dari Toraja (Sulawesi Selatan) dan dalam satu rumah tersebut tidak semuanya beragama Muslim. Yang beragama Muslim hanya seorang, dia sepupu saya, seorang cowok. Namanya juga keluarga besar, pasti banyak anggota keluarga. Pada hari Senin (29/08/2011) ada satu keluarga lagi yang datang. Rencananya akan tinggal sementara selama seminggu bersama kami dan bersama mereka ada satu yang beragama Muslim. Pada akhirnya ada dua orang yang beragama Muslim bersama kami dalam rumah.


[caption id="attachment_132372" align="alignleft" width="160" caption="burasa (sumber: internet)"][/caption]

Pada hari Senin sore (29/08/2011) para kaum hawa sangat sibuk di dapur. Kesibukan kali ini bukan karena sibuk memasak (sambilngerumpi) untuk mempersiapkan makan malam keluarga, tapi tak lain adalah kesibukan mempersiapkan hidangan lebaran untuk esok hari (Rabu, 30/08/2011). Yang sibuk-sibuk tesebut adalah semua kaum hawa yang ada di rumah. Hidangan lebaran yang dipersiapkan adalah hidangan lebaran khas bagi masyarakat Sulawesi Selatan, tak lain lain adalah burasa. Burasa merupakan penganan yang dibuat dari bahan dasar beras pulen, dimasak bersama santan kelapa dan daun pandan hingga lembek. Setelah itu dibungkus daun pisang dan selanjutnya dikukus hingga matang. Penyajiannya macam-macam, dapat disantap bersama kuah opor atau dengan coto Makassar dan lain-lain tergantung dari yang menyantapnya.

“nanti ikut bungkus burasa loh, biar rame dan cepat selesai”, ujar seorang sepupu sama saya sore itu. Saya terlalu cepat mengiyakan, masalahnya saya akhirnya tidak ikut membungkus burasa tapi malah pergi keluar bersama sepupu saya yang cowo, niatnya untuk ikut takbiran.

Sore itu memang ada yang terasa janggal bagi saya dan ternyata juga dirasakan anggota keluarga yang beragama Muslim di rumah. Pikirku “katanya besok lebaran, kok jalanan sepi. Tidak ada yang takbiran”. Ah, sudahlah, kami terus saja pergi malam itu dan ujung-ujungnya malah minum kopi di luar.

Kembali ke rumah kami baru mengerti bahwa baru saja diputuskan dalam Sidang Isbat di kantor Kemenag perihal hari lebaran jatuh pada tanggal 31/08/2011. Beritanya disiarkan di stasiun-stasiun Tv nasional. Nah loh, pantasan tidak ada yang takbiran di luar he he he. Burasa sudah terlanjur dimasak. Untung saja bisa bertahan lebih dari satu hari. Kalau tidak, kan anggota keluarga yang Muslim tidak menikmati hidangan burasa.

Keesokan harinya, ada satu lagi keluarga yang datang. Mereka masih berdarah Toraja dan non-Muslim. Tak lupa, ada beberapa jenis makanan yang dibawa, ada opor ayam dan beberapa jenis kue pelengkapnya. Semakin lengkaplah makanan untuk lebaran yang maksudnya akan dirayakan pada tanggal 30/08/2011. Semua makanan ini sudah terlanjur dimasak sebelum keputusan hasil sidang Isbat Kemenag disiarkan. Dari semua itu yang menjadi primadona adalah burasa dan sekali lagi, untungnya bisa bertahan lebih dari satu hari. Karena hari lebaran jatuh pada tanggal 31/08/2011, maka kami yang non-Muslim yang ‘mengawali membuka lebaran’ dengan menikmati opor ayam bersama burasa. Dua orang yang beragama Musli dalam rumah mengikuti hari lebaran yang baru saja diputuskan pemerintah lewat Kemenag. Hidangan Burasa mereka nikmati pada hari lebaran (yang sesungguhnya) pada tanggal 31/08/2011.

Walaupun ada sedikit perbedaan dalam penentuan hari lebaran kali ini, namun Lebaran kali ini menjadi momentum pertemuan kami keluarga besar yang ada di Sidoarjo dan Surabaya, Jawa Timur. Kami sekeluarga besar tak mengikuti puasa layaknya dilakukan oleh umat Muslim tapi didalamnya kami menghargai apa yang umat Muslim lakukan. Hari lebaran yang menjadi hari kemenangan Umat Muslim juga menjadi hari pertemuan keluarga besar kami satu dengan yang lain.

Jauh dari kampung halaman, saling berjauhan ditanah rantau. Burasa yang mempertemukan kami dalam nuansa lebaran. Pada kesempatan ini saya mau bilang kalau burasa menjadi agen pluralisme, setuju?.

Sebagai penutup, kami keluarga besar mengucapkan selamat merayakan hari raya Idul Fitri 1423 Hijriyah semoga kita semua tetap dalam lindungan-Nya dan tentunya saling menghargai satu sama lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline