Lihat ke Halaman Asli

Menggugat "Kebohongan" Para Tokoh Agama

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1295381600614522939

[caption id="attachment_84107" align="alignnone" width="551" caption="Bagaimana menuduh bohong apabila diri sendiri tidak jujur?"][/caption] Terus terang akal sehat saya terusik dengan polemik tuduhan para "tokoh agama" thd pemerintah. Sebagai awam, sulit bagi saya untuk menganggap move para tokoh agama itu murni, jujur, dan ikhlas. Sulit bagi saya untuk menolak praduga bahwa mereka punya agenda lain selain mengkritik pemerintah. Ada sejumlah hal yg ingin saya catatkan di sini dan mudah-mudahan bisa menjadi bahan renungan kritis untuk kita semua. 1. Tentang siapa saja yg disebut tokoh agama. Dlm hati kecil saya, apakah orang yang memimpin organisasi keagamaan tertentu lalu langsung bisa disebut tokoh agama? Apabila bisa, maka seharusnya suaranya pun ada dalam koridor nilai-nilai agama. Jika sudah begitu, tuduhan bohong dari tokoh agama itu adl sesuatu yg sangat-sangat serius. Dlm agama Kristen misalnya, berdusta atau bohong adalah dosa atau pelanggaran hukum yg utama. Apakah para tokoh agama ini sadar sepenuhnya bahwa di pundak mereka ada beban mulia sebagai tokoh yang bukan sembarangan karena berdimensi keagamaan? Jadi, apakah para tokoh agama ini sadar bhw mereka sudah melakukan tuduhan yg sangat-sangat serius dan berpotensi melukai pihak yang dituduh? 2. Tentang data-data yang digunakan untuk menuduh pemerintah telah bohong. Dari pemaparan di berbagai media, jelas sekali bahwa sumber data yang digunakan untuk menuduh pemerintah bohong bukan berasal dari data-data rujukan sebagaimana biasanya digunakan dalam urusan kenegaraan. Sebagian di antaranya juga bersifat kualitatif, multiinterpretasi, dan subyektif. Untuk sumber data yang berbeda jelas bisa dihasilkan kesimpulan yang berbeda. Ibarat penanganan perkara di pengadilan, data-data yang digunakan pemerintah adalah bukti-bukti yang resmi, sementara data dari para tokoh agama ini adalah data-data atau bukti yang tidak digunakan untuk menangani perkara yang sama. Apakah adil apabila untuk bukti yang tidak resmi atau sah dan berbeda digunakan untuk memutuskan perkara tsb? Nah, kalau para tokoh agama ini sungguh-sungguh memegang ajaran agama masing-masing, apakah adil menilai pemerintah dari data-data yang tidak menjadi rujukan resmi? Apakah adil menilai & menuduh pemerintah berbohong berdasarkan pandangan subyektif? Ini yang ngomong tokoh agama loh, bukan sekedar politisi senayan yang berani menuduh apa saja tanpa bukti. 3. Terkait dengan tokoh-tokoh yg disebut sbg "tokoh pemuda" yang berada dalam satu kesempatan bersama dg tokoh2 agama ini. Sudah menjadi rahasia umum, orang seperti Rizal Ramly, Ray Rangkuti, Yudi Latif, adalah aktivis-aktivis politik yang sejak awal pemerintahan SBY atau menjelang pilpres 2009 lalu sangat-sangat kritis thd SBY. Bahkan bisa dikatakan, dalam berbagai kesempatan, mereka secara konsisten membangun opini negatif terhadap SBY dan pemerintahannya. Kapasitas keilmuan mereka tidak digunakan untuk menilai pemerintahs ecara obyektif, tetapi menilai dengan tendensi dan tujuan politis tertentu. Dari fakta tersebut, kenapa para tokoh agama ini merapat dan menyatukan pandangan dengan mereka? Bukankah dengan begitu penilaian, tuduhan, dan bukti-bukti kebohongan sudah dari awal tidak akan obyektif? Bukankah fakta itu menunjukkan bahwa para tokoh agama ini secara sadar sejak awal sudah ada dalam bingkai konstruksi pemikiran negatif para aktivis politik tersebut? Apabila situasinya demikian, apakah bisa dikatakan penilaian dan tuduhan mereka adalah tuduhan yang murni dan jujur? 4. Tidak mau berdialog. Memang sebagian tokoh agama yang menuduh pemerintah berbohong hadir dalam dialog dengan Presiden SBY. Tetapi yg mengagetkan, salah satu tokoh terpenting dalam tuduhan itu, Syafii Maarif (mantan ketua PP Muhamadiyah yg pada pilpres 2009 tegas-tegas mengendorse Jusuf Kalla), tidak mau hadir dengan alasan yang kurang bisa dipahami. Undangan seorang kepala negara untuk tujuan yang baik dan mengklarifikasi tuduhan, kenapa tidak ditanggapi dengan santun pula. Bagaimana mungkin seorang tokoh agama yang dikatakan tokoh besar tidak mau mendialogkan tuduhannya dengan tulus hati? Apakah Syafii Maarif takut atau malu berhadapan muka dengan kepala negaranya yang dia tuduh berbohong? 5. Terkait dengan posisi para tokoh agama sebagai pimpinan organisasi. Diakui atau tidak, sebagian dari yang disebut para tokoh agama tersebut adalah pemimpin di organisasinya masing-masing. Pertanyaannya, apakah sikap mereka itu merupakan sikap pribadi atau mewakili organisasi masing-masing? Saya tidak yakin bahwa seluruh anggota Muhammadiyah setuju dengan sikap pemimpinnya, begitu juga para anggota Konferensi Wali Gereja Indonesia, dll. Pertanyannya, apakah sikap-sikap menuduh yang sangat keras itu merupakan sikap para rohaniawan atau sikap kenegarawanan? Apakah itu bukan manipulasi organisasi untuk kepentingan pribadi terkait dengan aspirasi-aspirasi pribadi mereka? Jadi, rasanya perlu ditekankan kembali di sini, mereka para tokoh agama tersebut selama ini sering mendengung-dengungkan masalah-masalah moral, etika, dan sikap-sikap kenegarawanan. Kalau apa yang ditunjukkan kepada masyarakat tidak mencerminkan kearifan untuk label tokoh agama, bagaimana kita bisa menghargai mereka? Dan, ada di antara tokoh-tokoh agama tersebut yang namanya dalam pilpres lalu sempat-sempat disebut layak untuk dimajukan sebagai presiden atau calon presiden. Syafii Maarif pun termasuk salah satu deklarator ormas Nasdem yang kemungkinan besar segera menjadi kendaraan politik bagi tokoh lainnya utk maju di pemilu legislatif ataupun pilpres. Pertanyannya, bagaimana kalau para tokoh-tokoh ini nanti menjadi presiden? Apakah mereka dalam memberi keterangan kepada masyarakat atau DPR misalnya akan menggunakan sumber-sumber yang sekarang mereka gunakan? Apakah mereka nanti juga akan bersikap sama, gampang menuduh lawan politiknya berbohong dsb? 6. Mungkinkah para tokoh agama ini diperalat? Mungkin sudah bukan rahasia umum lagi kalau tokoh-tokoh aktivis politik di atas sangat kritis kepada pemerintah. Mungkin juga masyarakat sudah tahu Din Syamsudin, Syafii Maarif, dan Solahudin Wahid bukan pendukung SBY tetapi kandidat lain di pilpres 2009 lalu. Mungkin juga kita sudah tahu mereka-mereka ini aktif dalam wacana-wacana politik dan punya aktivitas bernuansa politis. Tetapi bagaimana dengan tokoh-tokoh agama lain yang selama ini jauh dari hingar bingar politik? Apakah benar tuduhan pemerintah bohong itu juga merupakan pikiran-pikiran mereka? Atau, jangan-jangan mereka hanya diperalat atau ditunggangi oleh tokoh-tokoh lain yang punya agenda politis terselubung? Jika demikian yg terjadi, sungguh kasihan para tokoh agama yang "terjebak" dalam rekayasa politik para politikus tersebut. 7. Saat tuduhan bohong menjadi bumerang bagi para tokoh agama ini. Bagaimanapun mereka ini adalah panutan di komunitas atau organisasinya masing-masing. Saat mereka menuduh pemerintah bohong, masyarakat pastilah tidak serta merta percaya, apalagi dengan berbagai kejanggalan seperti diungkap di atas. Masyarakat toh melihat pemerintah sedang bekerja keras, walau hasilnya tidak selalu memuaskan. Yang terjadi justru setelah tuduhan bernuansa politis itu, sebagian masyarakat justru memandang sikap mereka keterlaluan, tidak proporsional, tidak jujur, tidak fair, dan berbalik merekalah yang dituduh berbohong. Saya sempat membaca komentar-komentar di berbagai grup Facebook yang isinya mulai dari kesangsian, sanggahan, bahkan sampai cacian dan sumpah serapah kepada tokoh-tokoh agama tersebut. Bukankah ini sangat menyedihkan ketika para tokoh agama yang mestinya dihormati karena tindak-tanduknya dan teladannya itu tiba-tiba harus dikecam habis oleh masyarakat (atau sebagian pengikutnya malahan). Akhirnya, dalam hati kecil saya, sulit sekali saya menilai niatan para tokoh agama ini benar-benar murni, jujur, dan ikhlas untuk kebaikan bangsa ini. Saya merasa mereka memiliki agenda tertentu yang kita semua tidak tahu pasti apa sesungguhnya agenda tersebut. Jika benar ada agenda lain dibalik tuduhan kebohongan pemerintah tersebut, maka dengan berat hati saya katakan bahwa para tokoh agama tersebut sejatinya juga tidak jujur alias berbohong kepada kita semua. Tetapi kalaupun mereka bersikukuh bahwa niat mereka sungguh-sungguh murni, ikhlas, dan jujur demi kebaikan pemerintah dan bangsa ini, saya amat sangat yakin bahwa masih ada banyak jalan untuk mengingatkan pemerintah dengan cara-cara yang beretika dan bermartabat. Masyarakat biasa saja bisa santun dan beretika dalam menyampaikan kritikan, masak mereka yang berpendidikan tinggi dan disebut tokoh agama tidak bisa?[tj]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline