Lihat ke Halaman Asli

Topik Irawan

TERVERIFIKASI

Full Time Blogger

Betapa Sia-sianya Membuang Nasi

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

nasi telah terhidang, bersama sederet lauk pauk yang menggugah selera, dengan bernafsu, maka sendok nasi pun bergerak liar menciduk bulir bulir putih yang biasa menjadi makanan pokok penduduk nusantara, maka sepiring penuh dibawa dengan hati suka ria, menikmati makan sambil menonton dangdut oplosan, sendok demi sendok pun dimasukan ke dalam mulut dengan sangat sukses, tak terasa lambung pun terasa penuh, begah.

Namun nasi yang tersisa di piring cukuplah banyak, mungkin cukup untuk dihabiskan satu orang lagi, sisa sisa tulang ayam pun berserak, bercampur bumbu kuah yang terlihat mengkilat berminyak, beberapa saat kemudian bunyi ditenggorokan terdengar, tahak, orang Sunda menyebutnya teurab sebuah penanda alami untuk perut yang disesaki makanan dan minuman.

Maka dengan enteng ditaruhlah sisa nasi yang masih banyak itu, ya nasi sisa yang tak termakan, mungkin cuma satu rang saja yang begitu, tapi ingatlah bukan kita saja yang berbuat demikian, nasi nasi sisa seluruh nusantara kalau disatukan dalam satu hari tentu saja akan ber kuintal kuintal beratnya, kemana nasi sisa itu?

Kesia siaan yang terus terjadi, di sebuah hajatan, di restoran, warung tegal, warung padang warung warung lain yang menjual nasi, di rumah rumah, saat nasi sisa begitu banyak terbuang, oh alangkah hebatnya kita membuang kesia siaan begitu setiap hari, nasi yang begitu lama prosesnya, mulai dari membajak sawah, menebarkan benih, menjaganya dari gulma dan serangan tikus, lalu di panen, dari gabah lalu menjadi beras, ditanak dulu dan menjadi beras, begitu lama proses menjadi sepiring nasi, lalu akhirnya cuma dibuang karena manusia yang memakannya merasa kekenyangan.

Padahal nun jauh di sudut sudut kota, mereka mendamba makan nasi tiga kali sehari, namun nasiblah yang membawa mereka hanya bisa mencicipi nasi sehari sekali, selebihnya lambung mereka dikosongkan karena tak mampu beli beras, tak mampu membeli nasi yang pulen dan mengepulkan aroma yang begitu menggoda.

Nasi banyak yang terserak, tersia, alangkah sombongnya manusia yang menyia nyiakan nasi, mungkin saya, mungkin aku, mungkin kalian atau siapa pun tolong hentikan dengan segera, sudahi membuang nasi dengan sia sia karena banyak sekali dari manusia lainnya merindukan makan nasi, tolong hentikan menyia nyiakan nasi di waktu yang akan datang, buang nasi adalah kemubaziran, kesia siaan, cukup sudah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline