[caption id="attachment_357312" align="aligncenter" width="300" caption="Pasar Baru Cikarang(dok pribadi)"][/caption]
Jilatan api telah usai, penjarahan telah selesai, tapi kenangan pahit tentang kerusuhan Mei masih membekas, dua tahun pasca luluh lantaknya pasar baru Cikarang, akhirnya di tahun 2000 yang lalu atau 14 tahun ke belakang, pasar baru Cikarang pun terus menggeliat, berdenyut kembali, nafas ekonom terhela di sana. Pasar baru Cikarang yang dulu berdekatan dengan terminal Cikarang, namun semenjak terminal di pindahkan ke daerah Kalijaya, serta terminal dibangun sebuah mall, namun pesona pasar baru Cikarang tetaplah istimewa.
Dari bekas kebakaran tahun 1998, pasar baru Cikarang menatap optimisme dari para pedagang yang berada di dalamnya, walau saya bukan pedagang di pasar baru Cikarang namun persahabatan dengan pedagang pedagangnya memberi warna tersendiri, pasar baru Cikarang mempunyai beberapa tingkat dalam bangunannya, kebetulan saya berada di lantai paling atas disebuah pusat perbelanjaan yang juga mempunyai cabang di kota kota di Indonesia termasuk Cikarang.
Dengan para pedagang pasar, ada hubungan keakraban yang terjalin begitu indah, mereka adalah para pemilik toko elektronik, pedagang peci dan busana muslim, pemilik kios perkakas, tukang bubur ayam, pemilik warung Padang, ataupun Pak Haji pemilik lapak buku buku keagamaan. Mereka menurut saya begitu gigih berusaha, orang orang yang setiap harinya menggantungkan hidupnya dari hasil berdagang hari itu yang tentu saja menjadi rezeki untuk keluarga yang menanti di rumah.
[caption id="attachment_357313" align="aligncenter" width="300" caption="Warung Padang langganan, kuah kuning ikan masnya maknyus(dok pribadi)"]
[/caption]
Pasar baru Cikarang dengan segala aktifitas hariannya yang sibuk tetap saja memiliki keakraban yang teramat manis, walau pun tetap sibuk, mereka adalah pedagang yang taat beribadah, kebetulan di lantai paling atas dari pasar baru Cikarang pasca kerusuhan yang membakar itu, didirikan sebuah musholla, oase kecil itu bernama Alhidayah, musholla yang cukup luas untuk ukuran sebuah pasar, berkumpul dan berjamaah adalah moment indah bersama para pedagang, seringkali saya pun mengumandangkan adzan di mentori oleh marbot mushollah.
Yang istimewa bagi karyawan seperti kami, pedagang nasi sekelas warteg atau warung Tegal maupun Warung Padang dan itulah yang mampu menjembatani untuk membolehkan kami untuk berhutang dulu, baru saat gajian kami pun membayar hutang makanan selama satu bulan, sebuah mutual simbiosis yang unik antara pemilik warung dan juga kami selaku karyawan yang bergaji tidaklah besar alias pas pasan.
Selain itu dengan para pedagang yang mempunyai jiwa olahraga, dengan sebuah kesepakatan bersama, membentuk sebuah team sepak bola, kolaborasi yang tentunya kami nikmati, pernah melewati tour sepak bola hingga ke pelosok Karawang dan bermain ditengah sawah disebuah lapangan kelas kampung, beberapa pemain yang kami miliki adalah para pedagang yang memiliki gocekan bola lumayan bagus.
Dengan segala kekhasan dari pedagang pasar, inilah rangkuman persahabatan yang indah, saya selalu menyukai berbelanja di pasar tradisional atau sekarang disebut pasar rakyat, sensasi tawar menawar harga adalah hal yang tak bisa terlewatkan, ini tak bisa diketemukan di pasar pasar yang berlabel modern, ketika adu tawar harga antara pedagang dan kita, di sanalah seni berbelanja yang begitu anggun, biasanya pedagang akan mematok harga tinggi, namun itu sebenarnya bisa ditawar separuhnya, lalu kita pura pura berjalan, pedagang memanggil kembali, kita beranjak menuju lapak atau kiosnya dan akhirnya kesepakatan diakhiri dengan jabat tangan, uang pun berpindah dan transaksi pun terjadi.
Atmosfer pasar rakyat memang selalu ngangenin, di pasar baru Cikarang saya hapal dimana tempat bubur ayam yang enak, bakso yang mantab atau membeli barang elektronik yang murah dengan kualitas baik, semua ada di pasar baru Cikarang, warna pasar tradisional yang memiliki keguyuban inilah sebenarnya potensi yang harus terus digali, pada dasarnya mereka para pedagang adalah pribadi yang asyik, pernah di tahun lalu saat saya diberi tugas untuk mensurvey harga harga di pasar tradisional, sebagai tolak ukur penghitungan Kebutuhan Hidup Layak atau KHL yang menjadi bahan acuan dari Upah Minimum Kabupaten.
Karena saya rata rata kenal dengan para pedagang maka dengan lancar tugas survey pun bisa dilakukan, mensurvey peralatan dapur, saya punya kenalan pedagang barang kelontong perabotan dapur, maka harga harga pun mudah saya dapatkan, begitu pun dengan alat kebersihan diri dan juga alat mandi, survey pasar pun jadi lebih mudah karena para pedagang yang di survey adalah teman teman saya.