Lihat ke Halaman Asli

Boleh Maaf-Maafan, Jangan Maafkan Korupsi!

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pagi itu, si Topeng ikut sholat Idul Fitri di sebuah lapang terdekat. Tampak ribuan orang cukup memadati barisan sholat. Sang Khatib sholat Ied pun masih terus bersemangat.

“Boleh, kita mohon maaf, dan saling memaafkaan. Asal jangan sekali-kali kita memaafkan korupsi!”.

Para jamaah tampak termanggut-manggut saat mendengarkannya. Mereka pun terus menyimak.

Kata sang Khatib, percuma kita berpuasa, kalau kita bertoleransi ria pada mereka, para perampok uang negara. Percuma kita ber-Idul Fitri, kalau hanya untuk melupakan para pelaku korupsi. Ada tugas yang lebih besar, usai kita berlebaran. Ada perjuangan dan jihad yang lebih dahsyat, usai kita sholat.

“Mari, kita bangun negeri ini di atas fondasi etika yang bersih dari korupsi...”

Katanya lagi, hari ini kita merayakan hari kemenangan selama satu bulan penuh berpuasa. Hari ini, kita deklarasikan bersama untuk mengagungkan asma Allah Yang Maha Besar. Agar jiwa-jiwa umat tidak merasa ciut nyalinya, saat berhadapan dengan sejuta tantangan. Agar umat tidak gamang menghadapi mereka yang tidak menyukai nilai-nilai kebenaran.

“Kapan, kita akan deklarasikan kemenangan atas para pelaku korupsi di negeri ini?”

Katanya, sudah saatnya umat beragama dapat menjadi garda terdepan dalam meneriakkan penolakan atas perilaku korupsi. Bukan sebaliknya, perilaku korupsi seolah memperolah tempat yang nyaman di tengah-tengah klaim kaum beriman.

“Kita harus menjadi bagian dari contoh terbaik, bagaimana korupsi itu dilawan. Bukan malah sebaliknya, menjadi contoh brilian bagaimana para koruptor dijadikan sebagai kawan...”

Katanya, jangan ulangi lagi, masyarakat kita cepat melupakan masalah penting di negeri ini. Korupsi adalah salah satu masalah penting yang harus segera diatasi. Kita tidak boleh memberikan sedikitpun toleransi, pun di saat usai berlebaran Idul Fitri.

Semangat Idul Fitri harus mampu membebaskan negeri ini dari jerat-jerat perilaku jahat korupsi”

Sang Khatib masih terus melanjutkan khutbahnya, hingga usai. Setelah sempat bersalam-salaman, Si Topeng kembali pulang ke tempat kosnya dengan membawa sekian banyak catatan.. Pikir si Topeng, mungkin materi khutbah sang Khatib itu dianggap biasa bagi kebanyakan para jama’ah. Namun, dia tetap berharap bahwa ucapan kata-kata sang Khatib dapat menjadi cambuk yang kuat untuk menegakkan kembali etika sosial tentang korupsi, sebagai sesuatu yang munkar (jahat) yang harus dihindari dan dilawan bersama oleh umat.

“Kapan, kita bisa merayakan kemenangan atas korupsi di negeri ini?”

Pertanyaan yang masih membuat pikirannya kusut, dan mulutnya masih kecut. Kecuali, masih ada sebuah harapan yang diyakininya. Bahwa, entah kapan, saatnya nanti korupsi akan berhasil dibersihkan dari negeri ini.

“Entahlah, ... Hahahahahahahahahahahahaha....”

Si Topeng masih sempat geleng-geleng kepala.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline