Lihat ke Halaman Asli

Topaz Aditia

Bohemian Thinker

Ambiguitas Rocky Gerung: Berlindung di Balik Filsafat

Diperbarui: 5 Agustus 2023   16:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pribadi

Rocky Gerung, seorang figur yang selalu memicu perbincangan dan kontroversi, seolah telah berhasil membangun citra dirinya sebagai sang intelektual penyuara opini masyarakat.

Berusaha Terdengar Cerdas
Mempertontonkan permainan bahasa yang kompleks untuk memperkuat narasinya, mengantarkan dirinya dalam sorotan publik sebagai sosok yang mencoba untuk terus terdengar cerdas. Meskipun di satu sisi ini memberinya citra sebagai intelektual, di sisi lain, pemanfaatan istilah-istilah yang tidak lazim sering kali membuat pesannya sulit dijangkau oleh khalayak umum. Ini seakan menjadi cara bagi Rocky untuk mempertahankan dominasi dalam perdebatan dan memberinya wewenang untuk merumuskan opini yang terkesan mendalam. Dalam iklim demokrasi, ia menyuarakan pandangan bahwa perbedaan pendapat adalah hal yang wajar, namun di balik retorika tersebut, terkadang terlihat adanya upaya untuk membayangi, bahkan terkadang sampai mengolok-olok dan menghakimi siapapun yang berbeda pandangan dengannya.

Teori Dungu
Salah satu tema yang kerap diangkat oleh Rocky Gerung adalah pentingnya mendukung perbedaan pendapat dalam konteks demokrasi. Pandangan ini memiliki daya tarik, mengingat demokrasi memang menuntut keragaman pandangan. Namun, sisi lain dari argumen ini tampak saat ia menggunakan istilah "dungu" dan "mengukur ukuran otak" lawan debatnya. Ini sering terjadi ketika ia merasa argumennya terancam, dan menjadi taktik kontroversial yang merendahkan lawan debatnya. Meskipun dapat membingungkan, ini terlihat sebagai upaya untuk mengintimidasi dan memenangkan perdebatan dengan menghina lawan.

Cendekiawan Atau Politisi?
Salah satu aspek menarik dalam narasi Rocky Gerung adalah unsur-unsur politis yang terselubung di balik teori-teori filsafat yang sering diungkapkannya. Pandangannya yang keras terhadap pemerintah dan kecenderungannya untuk selalu memihak kepada oposisi, terkadang menimbulkan pertanyaan apakah ada motif politis yang mempengaruhi argumen-argumennya. Meskipun ia menolak disebut sebagai politisi, kehadirannya yang konsisten di berbagai acara yang diselenggarakan oleh partai-partai oposisi, bahkan dengan mengenakan jaket partai, mengundang tanya: apakah ia sebenarnya ingin tetap dekat dengan panggung politik?

"Jubir" Pihak Oposisi
Figur kontroversial Rocky Gerung juga terlihat dalam penggunaan kata-kata kasarnya saat memberikan diskursus. Terkadang, bahkan ketika argumen yang disampaikannya tidak relevan dengan subyek pembicaraan, ia tetap gigih dalam berdebat dan menggunakan istilah-istilah yang sulit dimengerti oleh publik umum. Tak dapat diabaikan pula perannya seolah sebagai jubir tidak resmi bagi siapapun yang berhadapan dengan pemerintah. Dengan pendekatan subyektifnya, ia berupaya mempengaruhi pandangan publik terhadap berbagai isu yang sedang panas. Meskipun hal ini seringkali membuatnya tampil sebagai seorang intelektual di mata para pendukungnya, banyak pihak meragukan relevansi dan objektivitas argumennya.

Di tengah sorotan publik yang bervariasi, ia kadang juga terlihat bak seorang "narcissist" yang tidak pernah mau mengalah dalam perdebatan. Namun, terlepas dari kontroversi dan kritik, ada pula mereka yang menganggapnya sebagai suara kritis yang perlu didengarkan di dalam masyarakat.

Pengaruh
Meskipun begitu, pengaruhnya tidak dapat diabaikan, terutama di antara mereka yang percaya bahwa pandangannya mewakili suara kritis dalam masyarakat. Di balik citra intelektualnya yang diperkuat oleh permainan bahasa yang rumit (walau terkadang terkesan absurd) dan argumen filsafatnya, terdapat dimensi-dimensi yang lebih dalam. Merendahkan lawan bicara dalam debat, retorika-retorika bernuansa politis, serta peran ambigu dalam kancah politik, semuanya membentuk narasi yang menantang dalam memahami apa sebenarnya visi dan misi dari kehadiran figur ini di kancah kontestasi politik dalam negeri.

Bila mengacu pada teori silogisme dalam filsafat yang terdiri dari dua premis dan sebuah kesimpulan:
* Premis mayor: "Manusia adalah makhluk yang menyebalkan."
* Premis minor: "Rocky Gerung adalah manusia."
Kesimpulan: "Oleh karena itu, Rocky Gerung adalah makhluk yang menyebalkan."

Apakah saya sudah terdengar dungu, Pak Dosen?

- Topaz Aditia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline