Lihat ke Halaman Asli

Topaz Aditia

Bohemian Thinker

Objek Itu Terbang Tanpa Suara

Diperbarui: 6 Oktober 2022   15:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Dia memanjat tangga menuju atap rumah sambil membawa layangannya. Minggu menjelang sore itu cuacanya cukup cerah. Walau langit tak lagi berwarna biru. Tak butuh lama untuknya mencapai puncak atap rumah. Sejenak dia mengamati kondisi langit dan angin yang sepoi-sepoi bertiup. Tampak hamparan empang-empang milik warga sekitar rumahnya. Terkadang ada pelangi di sana setelah hujan turun. Matanya terpejam sebentar menikmati sejuknya udara. Di antara lamunannya dia teringat bahwa beberapa bulan lagi dia akan genap berusia 8 tahun.

Perlahan dia mulai mengulur benang layangannya yang dililitkan ke kaleng susu. Hari itu dia hanya punya sebuah layangan yang ingin diterbangkan. Sesekali matanya melirik ke arah horizon. Ada sebuah titik hitam di langit sebelah timur yang terbang ke arahnya. "Itu layangan apa balon?" ujarnya dalam hati, sambil mencoba merangkai benang ke rangka layangannya. Kemudian dia berdiri dan mulai menguji kekuatan ikatan benang di layangannya. Dengan hati yang masih agak ragu apakah ikatan benangnya cukup kuat menahan laju angin di atas langit. Hatinya sudah tak sabar ingin segera menerbangkannya. Dia menoleh sekali lagi ke tiap sudut langit untuk melihat apakah ada layangan lain di sana. Namun... satu hal yang dia baru sadari.... titik hitam di langit timur tersebut berubah wujud menjadi sebuah objek. 

Objek bundar itu berwarna abu-abu pekat. Terbang menuju langit di atas kepalanya dengan kecepatan rata-rata pesawat komersil. "Wih, cakep amat tuh kapal", ucap sang bocah dalam hati sambil tertegun. Tak berselang lama "kapal" itu tepat berada di posisi langit yang sejajar dengan kepalanya. Bentuknya pipih bundar sempurna dengan guratan-guratan logam di perutnya. Ada lampu-lampu kecil di sekelilingnya yang tidak menyala. Ukurannya sedikit lebih besar dari pesawat komersil pada umumnya. Namun rasa kekagumannya mendadak berubah menjadi keheranan. Karena dia baru menyadari bahwa objek itu terbang hening... tanpa suara. 

Tak sampai di situ, objek tersebut berhenti secara statis, tepat di langit atas kepalanya, dan perlahan mulai mengubah posisinya menjadi hampir vertikal. Kemudian tiba-tiba.... melesat seketika dengan kecepatan yang sungguh di luar akal sehat. Menghilang di ufuk sebelah barat meninggalkan bocah itu di atap rumahnya. 

Dia termenung kaku menatap ke arah barat. Jantungnya berdegup kencang di antara perasaan bingung, cemas, terkejut, dan ketakutan yang menjadi satu. Butuh waktu beberapa menit sampai dia menyadari bahwa layangannya telah terlepas dari genggamannya. Terbang liar ditiup angin menuju pepohonan dengan ikatan benang yang belum sempurna. Namun, dia sudah tidak peduli lagi dengannya. Satu hal yang dia tahu pasti, tidak akan ada orang lain yang akan mempercayai ceritanya. Diam adalah pilihan yang terbaik. Ketimbang harus menahan sakit hati oleh olokan dan ejekan yang mungkin datang dari orang lain setelah mendengar ceritanya. 

Beberapa dekade kemudian dia pelan-pelan mulai membagikan pengalaman tersebut ke orang-orang terdekatnya. Dari mulai berbagi cerita di tongkrongan, sampai di suasana santai sambil menikmati kopi di sore hari bersama handai taulan. Berbagai jenis respon dia terima dengan lapang dada. Tanpa berusaha keras meyakinkan mereka akan kebenaran dari kisahnya. Begitupula perasaannya saat menuliskan kesaksian ini. 

Bocah itu adalah saya.

- Topaz Aditia

Jakarta, 6 Oktober 2022 





BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline