Lihat ke Halaman Asli

Topan Bagaskara

Pemikir. Penyair. Pendaki Gunung.

Komedi Absurd, Indonesia

Diperbarui: 2 April 2024   16:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar adalah Koleksi Pribadi

Kita merasakan bahwa betapa korupnya para pejabat sampai hari ini, ditambah melihat tidak jelasnya lagi pola hidup parta-partai, yang hanya dalam pikirannya adalah rebut-merebut kursi. Indonesia sedang memasuki sebuah masa, dimana rakyat yang memiliki hak penuh untuk memilih dan tidak untuk memilih akan sama-sama menggunjing bahkan penurunan statistik kepercayaan kepada para pelaksana dalam sistem pemerintahan.

Pada tahun ini, Indonesia digemparkan pada fenomena  unik,  peristiwa badut-badut yang datang melamar kerja ke partai-partai, mereka bermodal nekat untuk ikut serta menjadi calon rakyat, bayangkan!. Indonesia sampai saat ini sedang membutuhkan ide untuk kesejahteraan 25 tahun kedepan, tidak butuh hiburan yang bersifat temporer. Saya melihat yang sering dihadirkan para badut ini ialah kata-kata bijak dari tokoh-tokoh, atau kerapkali narasi-narasi receh yang tidak ada relevansi untuk kesejahteraan bangsa. Artinya mereka defisit gagasan dan ide.

Saya khawatir akan ada peristiwa 17 Oktober 1952 jilid 2 yang akan terjadi segera. Tetapi saya menganggap siapa pun bisa melihat dan merasakan, publik saat ini melakoni hidupnya dengan harapan-harapan yang retak kepada keadaan sistem Indonesia hari ini.

Saramago, seorang novelis sekaligus pemenang Nobel pernah mengecam "Pemilihan umum telah menjadi representasi komedi absurd, yang memalukan".

salah satu jalan yang masih terdedah adalah selalu dengan teguh mengembalikan politik berlandasan akal budi sebagai perjuangan. Anak-anak generasi hari ini secara kesadaran harus dilibatkan dalam pola gerak politik yang sehat. Indonesia butuh dikuasai oleh generasi yang memiliki intelektual yang cerdas; konsen pada etikabilitas ketimbang elektabilitas; dan moral clarity yang faseh. Sehingga kita akan mampu menghidupkan harapan bahwa Indonesia sedang menuju pada kewarasan kemajuan.

Dalam pergerakannya, selalu diperlukan keluwesan untuk menentukan metode, boleh mnempuh jalur perundang-undangan atau justru melawan perundang-undangan, baik melalui partai atau bahkan melawan partai. Karena untuk merancang peradaban yang adiwarna, diantaranya kita harus selalu membiarkan hati dan pikiran untuk didesak oleh panggilan akan keadilan yang kelihatannya tak akan pernah membisu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline