Lihat ke Halaman Asli

KOALISI KEPENTINGAN POLITIK DENGAN TELEVISI

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh

Galuh Adi Pranata

(Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Lampung)

Pemilihan Umum atau Pemilu di sebut-sebut sebagai pesta demokrasi seluruh rakyat Indonesia. Pesta yang menghabiskan anggaran Negara dalam jumlah besar. Namun pada kenyataannya, pemilu hanya dijadikan ajang hiruk-pikuk bak pesta politisi. Masyarakat biasa seperti kita hanya bisa menyaksikan saja. Ironisnya,hiruk pikuk tersebut yang dikonstruksikan dalam media massa khususnya televisi yangjustru tidak mencerdaskan masyarakat.

Pemilu 2014 lalu berbeda dengan pemilu – pemilu sebelumnya. Kalau di pemilu – pemilu sebelumnya, kampanye dilakukan untuk mengerahkan massa di jalanan sehingga berpotensi untuk terjadinya konflik. Pada gelaran yang katanya pesta demokrasi rakyat Indonesia ini, konflik berpindah dari yang sebelumnya konflik fisik di jalanan berubah menjadi potensi konflik di media. Salah satu media yang paling efektif untuk berkampanye tentu saja adalah media massa televisi. Dilihat dari jangkauan dan penetrasi medianya, televisi tentu saja berada di urutan nomor satu, mengingat hampir 90% masyarakat merupakan konsumen siaran televisi.

Media memberikan informasi, data, dan fakta-fakta mengenai pemilu dan peserta pemilu kepada pemilih. Dengan media, pemilih bisa membekali diri mereka untuk menentukan pilihannya. Untuk itu media massa hendaknya tidak sekedar menyajikan berita namun juga harus mengusung misi untuk mencerdaskan masyarakat dengan informasi yang akurat dan bermutu dan berimbang. Efek dari media dapat mempengaruhi agenda dan opini masyarakat. Disinilah peran media dalam membentuk persepsi masyarakat.

Karena efek yang dihasilkan oleh media dapat dengan mudah membentuk opini masyarakat bahkan juga mampun mempengaruhi gaya hidup. Media juga merupakan alat bagi kekuatan ekonomi, politik, dan sosial, maka tak heran jika saat ini banyak pemilik mediayang ikut-ikutan terjun ke dalam dunia politik atau sebaliknya. Pemimpin partai dan politikus lainnya menjadi pemilik media demi melancarkan segala kepentingan politiknya.

Masyarakat Indonesia didominasi oleh kaum muda yang sangat erat dengan perangkat teknologi informasi, mulai dari televisi, radio, telepon genggam, internet, dll. Hal ini menjadikan mereka dapat dengan mudah mengakses dan mendapatkan informasi yang melimpah melalui perangkat-perangkat yang kian canggih tersebut. Banjir bukan hanya melulu tentang air, tetapi juga tentangbanjir informasi. Banjir informasi yang mengelilingi masyarakat haruslah dibarengi dengan keterampilan masyarakat dalam menyaring, memilih dan memilah informasi dari media. Tujuannya agar masyarakat tidak menelanmentah – mentah semua informasi yang ditawarkan olehmedia .

Televisi merupakan media audio visual yang mempunyai audience atau khalayak paling banyak, sehingga dikhawatirkan masyarakat akan menerima begitu saja apa yang mereka saksikannya dalam televisi. Saat ini televisi di Indonesia memang sarat akan kepentingan politik. Media masih menempatkan khalayak sebagai konsumen dan sebagai alat untuk menggapai kepentingan politiknya, sehingga apa yang disajikan oleh media bukan lagi apa yang dibutuhkan oleh masyarakat tetapi apa yang ingin disampaikan oleh pemilik media.

Kita bisa lihat tayangan-tayangan menjelang Pemilu di televisi. Meskipun sudah ada larangan bahwa tidak boleh ada iklan tentang partai politik tertentu sebelumnya kampanye resmi digulirkan, toh mereka, televisi, tetap saja melakukannya. Yah, namanya juga ada kesempatan kan? Apa salahnya dicoba. Memang sih bentuknya bukan iklan resmi, tetapi hanya kegiatan partai. Hal ini salah satunya dimungkinkan karena mereka berkaitan erat dengan kaitannya partai politik, atau bisa jadi malah pemilik media tersebut yang jelas jelas salah satu “orang” partai.

Jadilah media televisi sebagai representasi dari kepentingan politik pemilik media tersebut. Apa yang disajikan tentu saja erat berhubungan dengan kaitan kepentingan dan target-target politik dari pemilik media. Yah, meskipun mungkin masyarakat awam tidak menyadari bahwa tayangan – tayangan seperti itu sangat membodohi dan jauh dari unsur mendidik. Media sekedar mengungkapkan serta memberitakan apa yang terlihat, tetapi jarang sekali (bahkan mungkin tidak pernah) memberikan penjelasan mengapa itu terjadi atau ada apa dibalik itu semua. Padahal kita tahu banyak agenda-agenda tersembunyi yang dibawa oleh media. Ini yang tidak dijelaskan dan tidak diketahui khalayak.

Disinilah perlu pentingnya sebuah literasi media mengingat betapa kuatnya media televisi mempengaruhi dan ketidakberdayaan khalayak. Inti dari literasi media adalah pemberdayaan masyarakat untuk kritis terhadap tayangan media, khususnya televisi. Tujuan dari literasi media sendiri adalah mengembangkan sikap kritis masyarakat akan tayangan televisi. Sikap kritis ini bisa dimulai dengan selalu menaruh curiga terhadap agenda tersembunyi di setiap tayangan televise.

Aspek penting dari literasi media adalah cara pandang khalayak terhadap media massa. Seringkali khalayak lebih percaya dengan apa yang ditayangkan oleh televisi ketimbang dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi. Contohnya adalah salah satu ketua partai politik yang mengusung sebuah gerakan perubahan, mengangkat keberhasilan sebuah program karena jasanya (dan atau karena orang-orangnya), atau ada juga yang membanggakan leluhurnya. Khalayak akan percaya akan hal itu karena menyaksikannya di televisi. Alasannya karena yang disaksikan oleh khalayak hanya tayangan yang itu itu saja, khalayak menyaaksikannya secaraberulang-ulang, sehingga persepsi yang terbentuk di masyarakat adalah persepsi yang di inginkan oleh media. Seperti doktrin yang disuntikkan secara massiveoleh media ke masyarakat.

Padahal semua hal tersebut sudah diformat dan diatur sedemikian rupa agar masyarakat percaya terhadap apa yang disajikan oleh televisi. Dan pada akhirnya, masyarakat akan percaya dengan sesuatu yang tampak didepan saja. Citra yang dimunculkan di televisi bisa jadi berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya..

Politik tetaplah politik yang didalamnya tentu saja sarat akan kepentingan. Akan lebih berbahaya bila politik sudah berkoalisi dengan media massa terutama televisi. Semua saling ketergantunagan, televisi membutuhkan hingar bingar politik guna meramaikan tayangannya, sedangkan politik memerlukan televisi sebagai corong informasi, menciptakan kesan dan citra tertentu ke masyarakat. Tidak peduli, apa yang dilakukannya tersebut benar untuk masyarakat, baik untuk masyarakat, berguna untuk masyarakat, atau tidak.

Lalu apa yang harus kita lakukan? Memboikot tayangan televisi? Tentu tidak. kita hanya perlu lebih kritis dalam menyaring, memilih dan memilah setiap informasi yang diberikan oleh media, dengan begitu kita bisa terhindar dari politik kepentingan yang sudah begitu kental mengalir dalam urat nadi industri media di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline