Lihat ke Halaman Asli

Topan Mamora

Mahasiswa Magister Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Peran Media sosial dan Berita Hoax

Diperbarui: 7 Januari 2025   10:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Peran Media Sosial dan Berita Hoax

Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat modern. Platform-platform seperti Facebook, Instagram, dan Twitter tidak hanya berfungsi sebagai sarana komunikasi, tetapi juga sebagai alat penyebaran informasi. Namun, dengan kecepatan dan kemudahan akses yang ditawarkan, muncul fenomena baru yang meresahkan: penyebaran berita hoax.

Penyebaran Hoax di Media Sosial

Berita hoax dapat didefinisikan sebagai informasi palsu yang disebarkan dengan tujuan menipu atau memanipulasi opini publik. Dalam konteks ini, sebuah penelitian oleh Rahmadhany et al. (2021) menunjukkan bahwa sekitar 92,40% berita hoax disebarkan melalui media sosial, menandakan besarnya pengaruh platform ini dalam membentuk opini masyarakat. Data ini konsisten dengan hasil survei yang dilaporkan oleh Mastel (2019), yang menemukan bahwa 34,6% responden menerima hoax setiap hari, sementara 23,5% menerima hoax seminggu sekali.

Salah satu alasan utama mengapa hoax mudah menyebar di media sosial adalah kurangnya filter dalam penyebaran informasi. Penelitian oleh Anissa Rahmadhany dan rekan-rekan (2021) menyatakan bahwa tidak ada redaksi yang bertanggung jawab atas informasi yang disebarkan, sehingga semua orang dapat berperan sebagai penyebar berita tanpa memastikan kebenarannya. Hal ini berpotensi menimbulkan ujaran kebencian dan konflik sosial; dalam penelitian oleh Siti et al. (2020) dijelaskan bahwa penyebaran informasi palsu dapat menciptakan kebingungan di masyarakat dan bahkan memicu perpecahan.

Faktor Anonimitas Pengguna

Faktor anonimitas pengguna media sosial juga turut memperburuk keadaan. Pengguna seringkali merasa terlindungi oleh anonimitas, sehingga lebih berani menyebarkan informasi yang tidak terverifikasi. Penelitian oleh Alcott dan Gentzkow (2017) menekankan bahwa struktur media sosial yang berbeda dari media tradisional memberikan ruang bagi hoax untuk berkembang tanpa adanya mekanisme penyaringan yang efektif. Data dari situs resmi Kominfo (2021) menunjukkan bahwa terdapat sekitar 800.000 situs penyebar hoax dan hate speech di Indonesia, mencerminkan besarnya tantangan yang dihadapi.

Potensi Media Sosial sebagai Alat Pemberdayaan

Namun, bukan berarti media sosial sepenuhnya negatif. Platform ini juga memiliki potensi untuk menjadi alat pemberdayaan masyarakat. Jika digunakan dengan bijak, media sosial dapat menjadi sarana untuk menyebarkan fakta dan informasi yang benar. Oleh karena itu, penting bagi pengguna untuk lebih kritis dalam menerima dan menyebarkan informasi. Edukasi mengenai literasi media harus ditingkatkan agar masyarakat dapat membedakan antara informasi yang valid dan hoax.

Peran Pemerintah dan Platform Media Sosial

Dalam menghadapi tantangan ini, peran pemerintah dan platform media sosial itu sendiri juga sangat penting. Kebijakan yang jelas dan tegas perlu diterapkan untuk menangkal penyebaran hoax. Penelitian oleh Siswoko (2017) menunjukkan bahwa langkah-langkah seperti membentuk badan siber negara dan kerjasama dengan dewan pers dapat menjadi strategi efektif dalam mengatasi penyebaran berita hoax.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline