Lihat ke Halaman Asli

Menjelang Mudik, Kenalilah Karakter Mobil dan Pengendara Lain

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Otomotif. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Sampai di Bandung, rem mobil saya ternyata kanvasnya sudah haus, pantas saja terdengar bunyi tikus jika saya injak pedal rem, saya telpon Zulkifar menanyakan tentang bengkel, dengan tulus zul bersedia membantu menayakan pada temannya. Saya pikir temannya seorang montir, ternyata temanya diharapkan dapat memberikan informasi. Rupanya sekarang Zul sudah bergaya wartawan lebih kental, untuk sekedar menjawab dia berusaha mencari beritanya terlebih dahulu. Tetapi sebenarnya saya salah tempat bertanya, memang setahu saya zul tidak pernah berurusan dengan bengkel, ditanya tentang bengkel wajar saja dia bingung.  Hanya ngeledek zul saja, dilaci mobil sesungguhnya ada telpon bengkel resmi, saya hubungi bengkel resmi yang ada di bandung, saya sebutkan masalah mobil saya, tak lama service car datang, tak sampai tiga puluh menit urusan selesai.

Bicara tentang mobil, selama lima tahun saya pakai mobil itu belum pernah sekalipun saya tune up, begitu juga dengan mobil yang lain. Saya hanya berlogika saja, mobil keluaran akhir serba electric, pemasangannya memakai robot yang sudah diprogram. Artinya, chip2 yang mengatur pengapian sudah permanen, tidak dapat distel manual, kalau rusak harus diganti. Selama mobil tidak pernah mogok jangan mengusik mesin, hanya penggantian pelumas harus tepat waktu, telat mengganti oli panelnya menyala, namun masih ada waktu dapat berjalan beberapa puluh kilometer, tidak diganti maka mesin akan mati. Demikian juga dengan remote controle, habis bateraynya mungkin masalah spele, pintu masih dapat dibuka dengan kunci, namun jangan diharap mesin dapat dihidupkan, ternyata remote control juga terhubung dengan chip yang mengatur electrical.

Dijalan tol sering saya pacu mobil dengan kecepatan mendekati 200 km/per jam, masih jauh dibawah kecepatan maksimum menurut spesifikasinya. Sebetulnya memacu kendaraan seperti itu gunanya adalah untuk membuang kerak karbon dalam mesin agar menghilangkan sumbatan pada pori2 untuk pengaliran pelumas. Untuk melihat fungsi busi, cukup melihat cerobong kenalpot, jika masih berwarna putih, fungsi busi masih bagus.

Merubah spesifikasi pada bagian kaki2 mobil dan roda sesungguhnya dapat membahayakan dalam kecepatan tinggi.  Specifikasi yang ada telah dilakukan uji coba keselamatan, merubah kaki2, jika tidak berimbang akan membuat mobil tidak stabil. Mobil modifikasi sebaiknya untuk bersantai atau kecepatan sedang saja.

Biasanya, dalam perjalanan mudik lebaran kita mengalami kemacetan, dijalan yang menanjak sering melihat mobil yang mogok. Sebaiknya jika kita mengalami kemacetan dijalan yang menanjak, jangan menggunakan setengah kopling untuk menahan mobil anda, lebih baik gunakan rem tangan dan matikan mesin. Ini untuk menjaga agar plat kopling tidak mengalami masalah. Ada kebiasaan pengendara yang selalu menginjak kopling dengan gigi masuk, cara berkendara seperti ini akan memperpendek usia pemakaian kopling. Sama saja dengan kebiasaan menjalankan kendaraan yang dimulai dari gigi dua, cara seperti ini cepat membuat plat kopling haus.  Demikian juga menjelang berhenti, menginjak kopling sambil menginjak menginjak rem,  terbaik injak saja rem, setelah laju kendaraan melambat ganti gigi rendah untuk menahan laju sehingga rem tidak bekerja terlalu berat. Pada jalan yang menurun tajam, cara aman mengendarai adalah dengan gigi rendah, fungsi rem hanya sesekali untuk menahan laju kendaraan.

Cara aman berkendara jarak jauh, terutama dimalam hari, jika tidak begitu mengenal medan, sebaiknya menguntit mobil lain namun jangan sesekali menghidupkan lampu panjang karena akan menjengkelkan pengendaraan yang dari arah berlawanan dan yang didepan kita. Demikian juga untuk menyusul dalam iring2an panjang, jika didepan kita ada bus yang umumnya lebih berani menyusul karena bodynya yang besar, menguntit dibelakangnya dengan gigir rendah adalah cara aman karena bus yang besar itu akan menjadi bumper kita. Demikian juga untuk kecepatan tinggi, menguntit mobil yang berkecepatan tinggi adalah juga cara aman karena dia difungsikan sebagai foreder. Jika mobil kita berspesifikasi high speed, walaupun kecepatan tinggi, menguntit akan membuat kita lebih santai. Jika kita hendak lebih cepat lagi, tempelah dia, karena merasa risi ditempel biasanya dia semakin mempercepat lajunya namun tetap berfungsi sebagai pembuka jalan.

Dengan cara berkendara seperti itu, belum pernah sekalipun saya mengalami kecelakaan lalu lintas, jika ingin berkendara santai, biasanya mobil yang didepan saya fungsikan sebagai bumper. Dalam keadaan berhadapan adu kambing, pastinya mobil didepan kita yang beradu, menabrak bagian belakang jauh lebih aman jika tidak bisa terhindar dari tabrakan. Biadsanya saya menghindar beriringan dengan banyak kendaraan, hal ini adalah salah satu menjaga agar tidak terlibat tabrakan beruntun karena kita tidak mengetahui kondisi pengendara lainnya. Tidak memaksakan diri, setiap dua tiga jam  berkendara sebaiknya berhenti, hal ini untuk menjaga agar otot tidak sakit. Pejamkan mata barang sejenak, atau tidur   barang sesaat akan membuat mata tidak mengalami kelelahan. Berkendara seperti ini, walaupun dilakukan sepanjang malam, badan tidak terlalu mengalami kelelahan. Seperti yang saya lakukan beberapa waktu belakangan ini, dari Bandar lampung saya berangkat menjelang tengah malam, di Ferry saya sempatkan tidur, menjelang subuh berhenti di rest area, sarapan pagi dan madi ditempat itu. Menjelang jam kerja saya sudah berada ditempat pertemuan, beraktifitas seharian di jakarta, sore hari saya lanjutkan ke Bandung. Begitu juga sebaliknya, dari bandung berangkat subuh, beraktifitas seharian di Jakarta, sore hari saya lanjutkan perjalanan ke Bandar Lampung. Tidak terasa lelah karena ada waktu istirahat cukup, tidak memaksakan diri harus cepat sampai.  Ada suatu saat saya merasa ngantuk di Jalan Tol, berhenti dibawah jembatan, langsung tidur. Dihampiri pak polisi, pintu jendela diketuk menegur agar saya jangan beristirahat ditempat itu. Memang sedang mengantuk, saya beri alasan, kalau saya berkendara dalam keadaan mengantuk akan lebih membahayakan pengendara lain. Sebab, sebuah pengalaman terjadi, berkendara dalam keadaan mengatuk, kehilangan kesadaran satu detik saja akan membuat kita susah mengendalikan stir karena selama kita mulihkan kesadaran, arah mobil sudah tidak menentu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline