[caption id="attachment_153215" align="alignleft" width="300" caption="Mobil ini sudah sering kesamber sepeda motor ( dok Pribadi )"][/caption] Mungkin banyak yang memulai kehidupan mandiri selepas dari tanggungan orang tua, memualai sebuah kehidupan baru yang bekerja naik angkutan umum. Ketika saya rasakan naik angkutan umum agak merepotkan saya, dengan gaji yang saya peroleh itu saya mampu membeli sebuah sepeda motor bekas. Memiliki sebuah sepeda motor memang agak membantu mengatasi masalah transportasdi saya dalam bekerja. Masalah satu selesai masalah lain timbul, berada disamping roda bus yang berjalan beriring membuat saya ngeri terlebih saya menyaksikan seorang pengedara motor terlindas roda bus. Gepeng seperti plastik, beberapa detik kemudian barulah darah keluar dari luka2nya. Kepala manusia gepeng dihadapan saya membuat saya trauma, sejak itu saya bersumpah tidak mau naik sepeda motor. Namun saya bersyukur, tak lama saya mampu membeli mobil bekas dengan harga sangat murah hasil menjual sepeda motor ditambah tabungan. Namun persoalan timbul lagi, biaya mobil mejadi lebih berat dan itu mendorong saya untuk lebih giat mencari penghasilan. Pada akhirnya mobil hanyalah sebagai alat saya dalam mensupport kegiatan. Namun bukan berarti saya tidak memiliki sepeda motor, masih diperlukan untuk sopir saya dan orang yang bekerja pada saya. Dewasa ini, dengan mudahnya memperoleh sebuah sepeda motor, walaupun sudah berjalan berhati2, tetap saja mobil tergores oleh senggolan sepeda motor yang kadang saya nilai tidak punya aturan. Entah berapa banyak uang yang saya habiskan untuk perbaikan, terakhir saya harus mengeluarkan dana sebesar Rp. 7,5 juta untuk perbaikan body mobil saya. Mau minta ganti, saya berfikir, harga sepeda motornyapun belum tentu mampu menutup biaya yang saya keluarkan. Gubrak, tabrak dari belakang, ganti lampu saja sudah melebihi Rp. 1 juta. Tidak mau berpikir akan kerugian orang lain karena pemilik mobil dianggap lebih kaya. Ini baru kerugian untuk satu mobil, jika dijumlahkan total kerugian saya mencapai puluhan juta. Mungkin banyak yang mengalami nasib seperti saya, tidak boleh protes karena saya memiliki mobil. Sebetulnya jika kita perhatikan penghapusan subsidi BBM sepeda motor itu bukanlah karena kaya atau miskin, tetapi sikap pengendara motor sudah dirasa keterlaluan, pemakai mobil seolah menjadi terpinggirkan, tak nyaman lagi berkendara walaupun telah membayar pajak jauh lebih besar. Kaya atau miskin sesungguhnya tidak ada kaitan, kaya atau miskin adalah tergantung dari sifat manusia itu sendiri. Tidak tepat jika menjadi kaya dan mampu mampu membeli mobil bagus harus bersalah karena masih ada yang miskin. Tapi pemilik mobil bukan berarti benar, spesifikasi BBM yang harus digunakan oleh mobil miliknya adalah memakai BBM beroktan tinggi yang tidak bersubsidi tetapi nyatanya memakai bensin bersubsidi walaupun akan beresiko kerusakan pada mesinnya. Sebaliknya pengendara sepeda motor menjadi orang yang tidak harus bertanggung jawab jika menabarak dari belakang, menyerembet akibat cara berkendara yang selap selip karena dikelompokkan golongan miskin. Mungkin pola pikir itu yang harus dirubah agar sama2 bertanggung jawab. Penghapusan subsidi BBM untuk sepeda motor mungkin akan menjadi cara mengerem mobilitas sepeda motor yang makin banyak, sementara luas jalan tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlah kendaraan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H