[caption id="attachment_119406" align="alignleft" width="250" caption="Puncak kekesalan Masyarakat kepada Satpol PP ? ( Foto inilah.Com"][/caption] Seperti biasanya, satpol PP bertindak garang, hancurkan dan hancurkan walaupun diiringi tangis rakyat, tanpa belas kasihan, rakyat yang dinilai melanggar aturan itu tidak berdaya menentang keganasan Satpol PP yang gagah dengan atribut ala militer terus menghancurkan harta benda milik rakyat. Kali ini pemprov DKI mengeluarkan putusan lagi yang tidak boleh ditentang, hancurkan makam Mbah Priok karena dinilai mengganggu aktivitas Pelindo, badan usaha komersial milik negara. Makam Mbah Priok divonis bersalah, melanggar aturan pemprov DKI, surat keputusan penggusuran dan hancurkan itu dibuatlah, satpol PP dengan kekuatan seribu orang itu bergerak dengan satu tujuan, hancurkan makam mbah Priok sesuai keputusan. Seribu personel sudah dinilai dapat membuat nyali masyarakat ciut, apalagi dibantu aparat kepolisian yang menganggap keputusan otoriter itu benar. Inilah gaya penguasa negeri ini, membolak balik siapa yang melanggar sangatlah mudah, buat alasan, rakyat dituding bersalah walaupun rakyat mengerti semua akal2an penguasa, tetapi rakyat dibuat tidak berdaya. Melihat sejarahnya, makam itu sudah ada sejak pemerintahan kolonial belanda dan makam itu sudah dianggap mempunyai arti penting oleh kepercayaan masyarakat. Namun oleh karena kepentingan komersial, makan itu dicap menyalahi peraturan, satpol PP pun bergerak ingin menghancurkannya. Demi kepentingan komercial, perasaan rakyat tidak perlu dijaga dan dihargai, langkah gagah berani satpol PP ternyata menemui bantu sandungan, seribu orang itu kocar kacir menjadi bulan2an massa yang marah. Massa yang tanpa komando itu kecuali memiliki persamaan rasa menjadikan satpol PP musuh besar, terdesak oleh kekuatan rakyat terpaksa menjadi manusia2 yang harus diselamatkan. Masyarakat yang beringas tersebut terus bergerak menghancurkan alat2 yang ditinggal lari oleh aparat yang tadinya gagah berani dengan alasan menjalankan tugas, tidak ada ampun lagi semua kendaraan milik satpol PP dibakar sebagai pelampiasan kemarahan massa. Aggota Satpol PP yang tertangkap massa harus pula meregang nyawa secara mengenaskan. Pemprov DKI dengan gaya kekuasaan otoriter itu rupanya bertindak cepat, segera melakukan mediasi untuk meredam kemarahan massa, makam Mbah Priok tidak jadi digusur. Menganulir keputusannya sendiri setelah rakyat melawan, artinya kalau rakyat tidak mampu melawan makam itu sudah tergusur. Inilah gaya pemimpin yang tidak bertanggung jawab, menganulir keputusan sebagai salah satu menghindar dari tanggung jawab, mestinya pembuat keputusan harus mempertanggung jawabkan keputusannya. Korban nyawa dan harta benda itu menjadi sia2, pejabat pembuat keputusan masih enak2 duduk dikursi empuk, sementara negara mengalami kerugian yang tidak sedikit dan anggota keluarga korban tewas menangis meratapi kepergian orang yang dicintainya. Budaya penguasa tidak bertanggung jawab rupanya sangat mengental di negeri ini, penguasa yang diharapkan dapat membawa rakyat menuju kemakmuran justru membuat keputusan yang membawa kehancuran. Sikap seperti itu adalah jauh dari harapan dapat membawa rakyat menuju kemakmuran, tetapi rakyat dibuat tidak berdaya karena sistem dan hukum yang diberlakukan untuk mereka para penguasa seolah menempatkan mereka pada posisi yang istimewa. Kerusuhan Koja itu menjadi preseden buruk bagi negeri ini, rakyat akan menempuh cara yang sama untuk melindungi kepentingannya, entah berapa lagi korban yang jatuh apabila cara2 pendekatan kekuasaan itu tidak dibenahi. Mengambil contoh peristiwa ini, menindak pejabat yang bertanggung jawab dalam keputusan tersebut sangatlah perlu agar dikemudian hari para pejabat negeri ini lebih berhati2 didalam mengambil keputusan. Tuntutan pertanggungan jawab itu mungkin tidak akan berhenti yang dapat menimbulkan kerawanan sosial dimasyarakat, perlulah penegak hukum segera mengambil sikap sebelum jatuh korban lagi. Mediasi yang dilakukan oleh Pemprov DKI hanyalah sebagai cara melepas tanggung jawab, tidak akan ada mediasi jika aparatnya tidak kocar kacir oleh perlawanan rakyat. Apakah dengan mediasi itu persoalan dianggap selesai ?. Inilah yang kita tunggu, bagaimana sikap para penegak hukum negeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H