Hari ini Pak Bambang mengenakan baju seragam yang baru. Sambil duduk di teras rumah, Pak Bambang mengenakan kaos kaki dan sepatu baru juga. Barang-barang yang dia kenakan berasal dari toko online yang dibeli oleh Putri, salah satu cucunya yang sangat memperhatikan dirinya. Proses pemilihan seragam juga sedikit memakan waktu.
Bukan karena Pak Bambang seorang yang pemilih, tetapi barang tersebut harus sesuai dengan kenangannya. Buat Pak Bambang, apa yang dia kenakan sekarang mewakili sejarah yang sudah dia alami dan tidak akan pernah dia lupakan.
Baju seragam pejuang 45. Tidak ada pernak-pernik yang menghias seragamnya, baik nama maupun emblem yang biasa disematkan di sebuah seragam. Polos. Sebab Pak Bambang sadar bahwa secara administratif dia tidak terdaftar sebagai seorang veteran perang. Dan itu tidak menjadi masalah buat Pak Bambang.
Dengan tertatih, Pak Bambang berdiri dibantu tongkatnya sambil membuka pagar rumah. Tempurung lutut kaki sebelah kiri cacat.
"Tunggu dulu, kakek," kata Putri sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil, "Putri pesan ojek dulu ya?"
"Tidak perlu," jawab Pak Bambang, "Lagian setiap bulan sudah biasa berjalan kaki ke lokasi sambil menguatkan kaki kakek yang sakit ini."
"Kunci rumah jangan lupa dibawa ya kek."
"Ada di dalam tas kakek."
"Hati-hati di jalan," Putri memeluk kakeknya, "Jangan lupa setelah pulang sampai di rumah langsung telpon Putri seperti biasa."
"Ya," jawab kakeknya, "Kamu juga harus hati-hati di jalan ya nak."
Lokasi yang dituju oleh Pak Bambang cukup jauh untuk ukuran dia yang sekarang memasuki usia 96 tahun. Sekitar dua kilometer jauhnya. Tetapi setiap bulan pada hari tertentu Pak Bambang selalu semangat menuju ke lokasi itu.