Muhammad Kusrin (41) warga Desa Jati Kuwung, Kecamatan Karanganyar Jawa Tengah diringkus polisi. Kasus Kusrin menyita perhatian para netizen di dunia maya beberapa waktu lalu. Kusrin bukanlah tersangka teroris atau pencuri, dia hanya seorang pengusaha kecil.
Kusrin diamankan polisi karena memproduksi dan mengedarkan produk yang tidak memenuhi standar SNI (Standar Nasional Indonesia). Bersamaan dengan ditangkapnya Kusrin, polisi memusnahkan ratusan pesawat TV Rakitan produksi Kusrin.
Kusrin sosok pengusaha kecil yang kreatif. Ia merakit TV dari monitor tabung (Cathode Ray Tube) bekas komputer. Dari usahanya dia bukan hanya memperoleh penghasilan, namun juga memperkerjakan belasan karyawan di ‘home industry’ di Dusun Wonosari, Desa Jati Kuwung. Seperti dikutip beberapa media, dalam satu jam dia bisa merakit 4 unit TV. Satu unit televisi dibandrol Rp400 ribu – Rp500 ribu.
Kusrin tidak sampai dimejahijaukan, justru dia diundang ke Istana untuk bertemu langsung dengan Presiden Jokowi. Kusrin akhirnya memperoleh SNI dan mendapatkan bantuan modal dari Presiden Jokowi. Kusrin semakin mantap menekuni usahanya, bahkan dia berniat mempatenkan merek Maxreen.
Kasus Kusrin memberi pelajaran banyak hal pada kita semua. Di tengah masih tingginya angka pengangguran, Kusrin yang cuma tamatan SD justru menciptakan lapangan kerja bagi orang lain. Sementara jutaan lulusan perguruan tinggi menjadi pengangguran karena tidak terserap pasar tenaga kerja.
Jika negara kita ingin maju dan makmur, salah satu yang harus didorong semangat kewirausahaan (entrepreneurship). Seperti yang sudah sering kita dengar, David McClelland, sosiolog Amerika Serikat mengatakan, suatu negara akan makmur jika memiliki jumlah wirausahawan minimal 2 persen dari jumlah penduduknya.
Sebagai perbandingan, jumlah pengusaha di Singapura mencapai 7,2 persen dari total penduduknya, Thailand 4,1 persen, Korsel 4 persen, China dan Jepang 10% dan Amerika Serikat 11,5%. Bagaimana dengan Indonesia? Menurut Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga, jumlah pengusaha di Indonesia baru mencapai 1,65 persen dari jumlah penduduk saat ini.
Jumlah usahawan yang hanya 2 persen dari jumlah penduduk mengindikasikan hanya 2 orang dari 100 penduduk yang membuka lapangan pekerjaan. Jika dari 240 juta penduduk Indonesia yang menjadi usahawan hanya 1,65 persen, berarti ada sekitar 3,9 juta penduduk yang menciptakan lapangan kerja. Andaikata satu pengusaha rata-rata mampu menciptakan 10 tenaga kerja, maka total tenaga kerja yang berhasil diserap sekitar 39 juta tenaga kerja.
Mengapa kewirausahaan sangat penting bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa? Jawabannya sederhana, karena wirausaha mampu menciptakan lapangan kerja, sehingga kita terlalu bergantung pada pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja.
Menimbang vitalnya peran pengusaha dalam menciptakan lapangan kerja dan kemakmuran, pemerintah mencanangkan ‘Gerakan Kewirausahaan Nasional’ (GKN). Program ini bertujuan melahirkan pengusaha baru. GKN ini sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2011 di era pemeritahan SBY.
Di bawah era pemerintahan Jokowi kita berharap GKN makin menunjukan gregetnya. Karena Jokowi dikenal sebagai presiden yang gandrung dengan ekonomi kerakyatan. Di sisi lain, dalam Nawacita pemerintahan Jokowi terselip amanat untuk mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.