Selamat Jalan Sahabat Karibku
Tony Rosyid
(Sahabat Pak Yasid)
Dari hari kemarin aku gelisah. Selalu teringat wajah seorang sahabat yang sedang berjuang untuk bertahan hidup. Rumah sakit EMC Sentul City menjadi tempat beliau berbaring, diisolasi karena Covid-19.
Kabar datang bahwa nafasnya sudah tak normal. Harus pakai alat bantu. Meski berisiko merusak organ lain. Tak ada jalan lain. Keluarga minta itu harus dilakukan.
Feeling! Sahabatku akan tutup usia. Seringkali aku merasakan hal ini. Dan, tepat. Sahabat karibku Allah panggil. Tepat jam 23.30. Hari Kamis, tanggal 7 Januari 2021. Malam jumat.
Namanya Dr. Muhammad Yasid, MSi. Salah satu pendiri Institut Tazkiya Sentul. Pernah diamanahi menjadi direktur Pasca Sarjana. Terakhir pegang salah satu lembah di Tazkiya.
Sempat kemarin (kamis) aku tanya di group. Adakah nomor hp pihak keluarga yang bisa dihubungi? Belum sempat ada yang memberi tahu nomor itu. Cari kesana kemari, tak ada yang tahu. Aku merasa, ini hari terakhirnya.
Tanggal 24 Desember lalu jadi pertemuan terakhir kami. Waktu itu, aku ajak keluarga makan di Sentul. Sekitar 100 M dari kampus Institut Tazkiya. Aku telp beliau. Kebetulan beliau sedang berada di rumah sakit yang gak jauh dari tempat kami makan.
"Aku di rumah sakit. Lagi jenguk istri diisolasi", katanya. "Covid kah?" tanyaku. "iya" jawabnya. "Kalau Pak Yasid sendiri?" tanyaku was was. "Aku barusan tes dan negatif", tegasnya. "Sebentar aku gabung kesana ya?" lanjutnya.
Dan kami pun bertemu. Makan siang bersama. Update perkembangan politik dan lain sebagainya. Termasuk berbincang tentang MPI (Majlis Pelayan Indonesia) kedepan. Sejak tahun 2016 kami aktif di MPI, yang sebelumnya bernama MPJ (Majlis Pelayan Jakarta).
Sempat ia nanya nama putra-putriku. Satu persatu aku absen. Kebetulan semuanya ikut. Terutama putri sulungku. Tentang pendidikan dan usianya. Lalu beliau seloroh: "jodohkan saja dengan putraku". Aku senyum. "putraku usianya 29 tahun", katanya.