Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Pengamat dan Praktisi

Antara Hasil Survei dan Signifikansinya, tentang Kecerdasan Indonesia

Diperbarui: 27 Juni 2022   13:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Supartono JW


Hingga menjelang usia Republik Indonesia ke-77 tahun, dalam hal pendidikan, Indonesia masih terus terpuruk, bahkan terus tercecer dari negara Asia Tenggara, terutama dalam hal kecerdasan intelegensi (otak) yang berbuntut tidak cerdas personality (pribadi, mental, emosi). Bicara ketidakcerdasan, rasanya di berbagai lini kehidupan di negeri ini, terus menjadi topik utama.

Kita akan dapat dengan mudah mengidentifikasi sikap, perbuatan, pembicaraan, hingga perilaku tidak cerdas di berbagai ranah kehidupan. Mirisnya, yang teridentifikasi, ketidakcerdasan justru diperankan oleh para elite dan orang-orang yang labelnya terdidik di negeri ini yang seharusnya menjadi panutan dan teladan.

Di sisi lain, manusia terdidik atau yang sudah cerdas dengan presentase lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia, malah banyak yang kebablasan sampai akhirnya berbuat licik. Takut kehilangan yang bukan milik di sektor politik, pemerintahan, parlemen, usaha, dan lainnya. Menghalalkan segala cara, membodohi, menipu, korupsi, dan sejenisnya.

Fakta terbaru, kecerdasan Indonesia

Dilansir dari World Population Review 2022, berdasarkan rerata nilai IQ, ternyata Indonesia ada di peringkat 130 dari 190 negara. Sangat jauh bila dibandingkan dengan Singapura yang sesama negara Asia Tenggara dan ada di peringkat 3 dunia dari 190 negara.

Sementara, berdasarkan tolok ukur PISA, Indonesia menempati ranking ke 62 dari 70 negara berkaitan dengan tingkat literasi, atau berada di 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah. Hal ini berdasarkan survei terakhir yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019. Kira-kira hasil survei di 2020-2022 yang belum dirilis, kondisinya bagaimana?

Atas tolok ukur tersebut, hasil survei memang signifikan dengan fakta dan kenyataan. Tidak seperti hasil survei urusan politik di Indonesia yang jauh panggang dari api, karena hasil survei tergantung pihak mana yang membayar/membiayai dan untuk kepentingan apa.

Deskripsi dalam sikap-perbuatan tokoh

Terkait hasil survei tingkat kecerdasan dan literasi yang rendah, dapat dilihat dalam deskripsi perilaku kehidupan sosial Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia di berbagai segi dan bidang kehidupan nyata, akibat dari proses pendidikan yang masih gagal dan terus tercecer.

Karenanya, tidak heran bila ada SDM di Indonesia di ranah politik yang seharusnya menjadi panutan dan teladan karena sudah duduk di kasta elite, sikap/perbuatan/bicaranya, tetap mencerminkan dirinya tidak cerdas otak dan tidak cerdas mental.

Mirisnya, para SDM di sekelilingnya juga ikutan tidak cerdas otak dan tidak cerdas mental karena bukannya menjadi penasihat bagi si tokoh, malah terus membiarkan SDM yang ditokohkan atau menokohkan diri, terus bebas bermanuver dan terus membuat blunder karena mengumbar pernyataan yang tidak disaring.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline