Manusia adalah makhluk paling cerdas yang ada di muka bumi ini. Namun, dalam proses kehidupannya sejak lahir hingga dewasa, ada manusia yang terus berusaha meningkatkan kecerdasannya dengan berbagai cara, termasuk melalui jalur pendidikan dan jalur lain.
Di sisi lain, ada manusia yang juga sudah berusaha belajar tetapi kecerdasannya tetap tak berkembang.
Mirisnya, banyak manusia yang juga tak memiliki kesempatan untuk belajar karena situasi dan kondisi, sehingga tak punya kesempatan mengembangkan kecerdasan apalagi merawatnya hingga cerdasnya tumbuh subur.
Lalu, dalam kehidupan nyata, manusia yang terasah kecerdasannya berbaur dengan yang belum terasah. Maka, lahirlah sebutan kelompok orang yang sudah cerdas "terdidik" dan orang yang belum cerdas alias bodoh "belum terdidik".
Hanya, faktanya banyak manusia yang sudah terdidik berubah menjadi cerdas atau tetap bodoh. Ada pula manusia tak terdidik tetap cerdas dan tetap ada yang bodoh. Lingkunganlah yang mempengaruhi.
Negeri ini, Indonesia, khusus dalam pendidikan, masih terus tercecer dari negara lain. Maka, bicara cerdas dan bodoh tentu akan terus masuk akal dan signifikan.
Contoh kasus teranyar
Lolosnya Timnas Indonesia ke putaran Final Piala Asia 2023, menyisakan sikap, perbuatan, dan tindakan cerdas dan tidak cerdas para penggawa Garuda.
Ada yang tak cerdas, dengan sok menjadi pahlawan, merasa dirinya hebat tanpa bercermin dia siapa dan Timnas bagaimana. Malah di medsos, dan langsung menjadi makanan media massa, menyindir publik sepak bola nasional yang mendukung dengan mengkritik dengan sikap tak etik.
Sebaliknya, ada pemain lain dalam medsosnya yang mengucap syukur alhamdulillah dan terima kasih kepada staf pelatih, karena dirinya menjadi bagian Timnas yang lolos ke Piala Asia 2023 yang juga langsung menjadi konsumsi media massa.
Satu gerbong Timnas, tetapi dalam kehidupan nyata, yang satu nampak bodoh, dan yang satunya cerdas. Tentunya dalam hal ini rapornya menjadi ada yang lulus rapor intelegensi dan personaliti, dan tetap ada yang belum lulus.