Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Pengamat dan Praktisi

Mengampuni Diri dari Kebiasaan Utang

Diperbarui: 16 April 2022   23:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Kompas.com


Siapa pun presidennya, membangun apa pun dengan dana utang, itu pasti bisa. Tetapi ujungnya apa? Menjadi beban yang harus ditanggung oleh rakyat untuk waktu yang sangat panjang. 

(Supartono JW.15042022)

Mengapa bangga dengan utang? Apakah rakyat Indonesia harus meneladani gaya hidup memaksakan diri, memiliki, membuat,  segala sesuatu dengan cara utang? 

Fase kedua ibadah Ramadhan yang penuh ampunan, ternyata dihiasi oleh berita di media massa dan media sosial tentang hal terkait bangga dengan utang.

Bila para pemimpin negeri ini, memberi contoh, melakukan perbuatan dan membanggakan hasil perbuatannya, tetapi perbuatan itu modalnya utang, sebenarnya sisi mana yang pantas dibanggakan? 

Yang wajar, bila orang berutang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, lalu agunannnya adalah gaji atau pendapatannya, kemudian cara membayarnya dengan cara mengangsur, itu pun pemberi utang akan menyesuaikan besaran utang dan kemampuan untuk mengangsur dan berapa lama, hingga lunas.

Tapi kini rakyat Indonesia sedang diberikan contoh pendidikan dan keteladanan utang yang tidak wajar. Siapa yang utang, tapi rakyatnya yang menanggung. Sudah begitu, hasil utangnya untuk membuat sesuatu, tapi dijadikan kebanggaan, seolah itu adalah jerih payahnya, jerih pikiran dan keringatnya. 

Jalan tol, utang, siapa menanggung?

Saya sebagai rakyat biasa yang ingin segala sesuatunya di tempatkan pada tempatnya, lewat tulisan-tulisan, saya hanya memotret wajah Indonesia dan bagaimana suasana hati rakyat yang cinta damai dan cinta tak  dibikin menderita. 

Karenanya terus berusaha menjadi insan yang berpikir jernih, objektif, moderat, berusaha cerdas, beretika, dan berdaya kritis. Tidak memihak. Sebab, saya juga ingin tercipta suasana damai di Indonesia, terutama dengan lahirnya para elite dan warga bangsa, juga menjadi insan yang berpikir jernih, objektif, moderat, cerdas, beretika, dan berdaya kritis. Tidak memihak. Satu NKRI.

Dari sikap saya itu, saya cukup prihatin tatkala pada tanggal 14 April 2022, Presiden Jokowi memposting di Twitter. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline