Sekadar mengulang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Politik itu maknanya pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti tentang sistem pemerintahan, dasar pemerintahan). Politik juga berarti segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain. Politik artinya juga cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah), kebijaksanaan.Tapi mengapa banyak rakyat yang langsung antipati bila rakyat yang lain bicara politik di berbagai ruang, baik di dunia nyata atau pun dunia maya? Padahal manusia hidup di dunia, pasti memakai politik dalam segala urusan dan berbagai sendi kehidupan?
Karena sikap rakyat yang antipati pada urusan politik, terutama politik para pencari dan perebut kekuasaan, para elite dan partai politik, pantas saja berbagai masalah terus mendera rakyat Indonesia akibat dari ulah siapa? Di sisi lain, banyak pula rakyat yang masih naif, karena memang dibikin begitu, maaf, jadi tetap lugu dan bodoh.
Maka, rakyat hanya jadi obyek politik. Hanya dijadikan kendaraan ambisi kekuasaan. Kekuasaan belum berakhir, sudah dibikin wacana tunda pemilu dan nambah waktu jabatan Presiden dengan incaran mengubah konstitusi, lagi-lagi rakyat dijadikan kambing hitam.
Sebelumnya, rakyat juga terus jadi korban kerakusan. Minyak goreng sampai langka padahal ini negeri rayuan pulau kelapa, negeri jajahan kelapa sawit. Siapa yang bermain? Mengapa ada partai politik yang malah bagi-bagi minyak goreng? Sampai kapan mereka rakus dan hanya membalas budi pada junjungannya?
Ingat Ratu Wilhelmina
Situasi negeri dan sikap rakyat yang masih seperti sekarang, saya jadi ingat Ratu Wilhelmina, ingat Politik Etis=Politik Balas Budi untuk pribumi.
Sebagai pengingat, Politik Etis memang melahirkan dua hal. Positif dan negatif. Positifnya ada efek untuk rakyat pribumi dan Indonesia. Negatifnya, dalam praktiknya, tetap ada yang dibikin hanya untung menguntungkan Belanda.
Namun demikian, dalam artikel ini, saya akan mengulas hal positif saja. Sebab dampaknya cukup signifikan untuk kemajuan Indonesia.
Andai C. Th. Van Deventer masih hidup, lalu melihat kondisi Indonesia terkini, bisa jadi beliau akan mengkritik pemerintah Indonesia yang terus hanya memanfaatkan rakyat jelata untuk kepentingannya, dan mungkin memang sengaja bikin rakyat jelata tetap bodoh dan menderita, agar tetap ampuh dijadikan obyek dan tujuan politik kekuasaannya. Sayang, C. Th. Van Deventer sudah tidak ada, pun dia orang Belanda.
Siapa C. Th. Van Deventer?
Rakyat Indonesia yang belum tahu, wajib memahami bahwa C. Th. Van Deventer adalah tokoh Belanda yang mengkritik Pemerintahan Belanda saat itu. Atas kritiknya, Pemerintah Belanda akhirnya membuat kebijakan Politik Etis yang dikeluarkan oleh Ratu Belanda Wilhelmina pada 1899.
Sebabnya, melalui tulisan di majalah De Gids pada 1899, berjudul Een Eereschlud (satu hutang kehormatan), karena Pemerintah Belanda telah begitu lama mengambil untung besar dari wilayah jajahan, sementara rakyat pribumi menderita, membikin pikiran dan hati Sang Ratu tergerak.