Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Pengamat dan Praktisi

Hebatnya Rakyat, Selalu untuk Atas Nama

Diperbarui: 17 Februari 2022   12:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Kompas.cim


Tujuh anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2022-2027 ditetapkan Komisi II DPR, Kamis (17/2/2022) dini hari. Pun Lima anggota Bawaslu, juga diketok palu. Kemudian nama-nama tersebut akan diserahkan kepada Presiden untuk dilantik. 

Tahukah rakyat? Dibalik terpilihnya mereka ada sandiwara apa? Ingat orang-orang yang kini duduk di parlemen hingga Presiden, siapa yang memilih? Siapa operator pemilihan mereka? Bukankah KPU dan Bawaslu? Tapi, kini mereka memilih anggota KPU dan Bawaslu di saat rakyat negeri ini tahu, bahwa siapa yang kini yang sedang menjadi penjajah baru Indonesia. Dan terus berupaya merebut dan mempertahankan jajahannya. 

Yah, sandiwara KPU dan Bawaslu telah menuju adegan pelantikan. Setelah itu, adegan berikutnya pun akan berlanjut, sebab dari mana asal 7 anggota KPU dan 5 anggota Bawaslu juga sudah diketahui oleh rakyat, dari mana mereka berasal. Setelah itu, sasaran berikutnya adalah rakyat.

Kata-kata: Demi rakyat. Atas nama rakyat. Untuk rakyat. Untuk sosial. Untuk Kepentingan Masyarakat, dan sejenisnya, hingga kapan pun akan terus dijadikan senjata oleh orang-orang dan pihak-pihak  yang menjalankan aksi program dan kegiatan yang sejatinya hanya sebagai bungkus. Tetapi, di balik itu, tujuan utamanya adalah untuk kepentingan dirinya sendiri, kelompok, dan golongannya.

Bahkan, mirisnya, orang-orang dan pihak-pihak yang dalam menjalankan program dan kegiatan yang memakai atas nama rakyat dan masyarakat, sudah sangat dikenal tabiatnya, karakternya, sifatnya, dan perilakunya oleh masyarakat di sekitar tempat tinggalnya. Pun diketahui oleh para sejawatnya.

Jadi, bila orang-orang atau pihak-pihak yang sudah diketahui rahasia dapurnya, mereka akan beraksi menjalankan program atau kegiatannya dengan ke luar dari zona tak nyaman. Lalu, mencari zona nyaman yang masyarakat lain tidak tahu latar belakang dan rahasia dapurnya.

Dengan begitu, orang-orang dan pihak-pihak yang tujuannya hanya mencari nama, ketenaran, keuntungan pribadi, hingga elektabiltas, akan terus menggunakan kata-kata: Demi rakyat. Atas nama rakyat. Untuk rakyat. Untuk sosial. Untuk Kepentingan Masyarakat, dan sejenisnya, sampai kapan pun, sebelum rakyat dan masyarakat merasa tertipu dan ditipu.

Di dunia politik, rakyat?

Lihatlah di dunia politik kita. Dalam menjalankan demokrasi, karena demos artinya rakyat, kratos maknanya pemerintahan, maka  kata rakyat selalu dan pasti, disebut oleh hampir semua elite politik di aneka pidato, talk show, atau iklan politik

Tetapi, faktanya, rakyat adalah sebuah nama tanpa eksistensi, yang hanya disebut, tapi tidak eksis. Rakyat adalah kategori paling utama dalam politik demokratis sehingga motif utama politik adalah demi rakyat.

Dengan begitu, rakyat selalu disebut tapi tak ada eksistensinya, diberi nama tapi tak punya ruang sosial, ditempatkan tapi tak punya bagian, disuarakan tapi tak punya suara, dihitung tapi tak ada harganya, persis seperti ungkapan Jacques Ranciere, seorang filsuf asal Prancis yang mendalami mengenai politik dan estetika yang pendapatnya sering menjadi acuan berbagai pihak dalam urusan politik khususnya menyangkut rakyat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline