Tahun 2021, 62 tahun sudah, Hari Pahlawan (HP) telah diperingati di Bumi Pertiwi, sebagai pengingatan atas pertempuran rakyat Surabaya bersama para pejuang melawan tentara Inggris di Surabaya pada 10 November 1945. Tangga itu pun ditetapkan sebagai Hari Pahlawan melalui Keppres Nomor 316 tahun 1959 pada 16 Desember 1959 oleh Presiden Soekarno.Tahun ini, ternyata pemerintah membuat tema HP, Pahlawanku Inspirasiku. Keren! Apakah tema itu sesuai dengan kenyataan yang terjadi? Malah di HP tahun ini, malah ada aksi demo buruh, demo Bonek, dan kekecewaan rakyat yang tiada tuntas.
Jadi, kira-kira apa yang dijadikan inspirasi oleh pencetus ide tema HP tahun ini? Apakah persatuan dan pengorbanan para pahlawan untuk Indonesia, benar diterjemahkan kepada hal yang sama oleh para pahlawan kesiangan di negeri ini?
Apa hikmah dan pelajaran yang dapat dipetik, di setiap kali HP diperingati? Dia bernama persatuan dan pengorbanan, sehingga penjajah dapat diusir. Apakah setelah 10 November 1945 itu, persatuan dan pengorbanan diteruskan secara estafet oleh segenap rakyat Indonesia? Apakah persatuan dan pengorbanan itu melekat di hati dan pikiran para pemimpin bangsa yang dipilih oleh, dari, dan seharusnya amanah untuk rakyat? Jawabnya, dari kita masing-masing tentu dapat membuat klasifikasinya. Mana yang benar-benar bersatu dan mau berkorban demi rakyat, bangsa, dan negara, seperti yang dilakukan oleh para pahlawan. Mana yang hanya kamuflase dan jauh dari amanah.
Sayang, di 62 tahun HP diperingati, yang terus melekat dan merakyat adalah saling bahu-membahunya kepentingan dan kepentingan yang justru konsisten membikin rakyat kembali dijajah oleh anak bangsa sendiri.
Konflik demi konflik terus digulirkan, ada skenarionya, ada sutradaranya, ada aktornya. Tengoklah, siapa yang terus berupaya menjadi pahlawan kesiangan? Semisal, partai politik yang benama apa? Siapa kroninya?
Siapa yang berupaya menjadi pahlawan di tengah pandemi corona? Tahunya persatuan dan pengorbanan yang katanya untuk rakyat, hanyalah kedok di balik bisnis untuk mengeruk keuntungan kekayaan pribadi, kelompok, dan golongannya.
Rakyat terus di atas namakan oleh para aktor yang berupaya agar disebut pahlawan. Sayang, karena niatnya tak seperti para pahlawan yang bertempur pada 10 November 1945, bersatu dan berkorban jiwa untuk bangsa dan negara, maka segala dalih dan kedoknya, segala skenario dan penyutradaraannya, tetap sangat mudah terbaca dan dibaca.
Tentu, para pahlawan akan terus sedih melihat para pemimpin bangsa yang seharusnya amanah, justru terus memupuk persatuan dan pengorbanan bukan untuk rakyat. Tapi untuk diri mereka sendiri, kelompoknya, partainya, dan golongannya.
62 tahun HP, ternyata di nusantara kental persatuan dan pengorbanan yang lain. Inspirasi yang manakah yang diteladani? Sebab faktanya. Menyedihkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H