Jujur, saya sudah malas menyuarakan keluh kesah rakyat via artikel, khususnya terkait sandiwara di lingkaran Covid-19 yang ralyat percaya bahwa masalah corona yang membikin rakyat menderita ada sutradara pejabat di negeri ini yang terus membikin skenario, demi mengambil keuntungan pribadi dan golongan dari bisnis terkait alat tes dan hal-hal yang terkait corona.
Pasalnya, mereka terus punya skenario ngeles dan akal-akalan yang tiada habis. Kritik dan keluhan rakyat pun hanya numpang lewat, bahkan tak lagi masuk telinga alias tak didengar, karena hati nurani mati.
Nampaknya lagi, skenario mereka untuk mengambil keuntungan di atas penderitaan rakyat juga terus konsisten merajalela dengan berbagai dalih. Sampai warganet dan netizen berkomentar di media massa dan media sosial, bahwa negeri ini kini hanya dipimpin oleh pejabat yang ugal-ugalan dan memeras rakyat.
Bisnis PCR dan Nataru
Rakyat di Republik ini pun kembali panas akibat tes PCR yang justru di baliknya ada permainan para pejabat sampai mendirikan perusahaan dengan kedok sosial.
Terbaru, rakyat juga bingung; tahu-tahu pemerintah bikin aturan yang mengharuskan pelaku perjalanan darat dengan jarak minimal 250 kilometer atau 4 jam perjalanan memiliki hasil negatif tes PCR atau antigen.
Waduh? Bahkan ketentuannya tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menteri Perhubungan Nomor 90 Tahun 2021. Padahal ada rencana pemerintah menghapus tes PCR di Jawa-Bali dan diganti cukup tes antigen.
Ini kok malah ada aturan baru, naik mobil/motor jarak 250 km atau 4 jam wajib PCR/antigen? Apa karena rakyat yang memakai mobil/motor lebih banyak, jadi sasaran mengais untung dari PCR akan lebih banyak, sebab mereka tak mau rugi akibat harga PCR turun setelah ada protes dari rakyat? Luar biasa aneh.
Sungguh, ini hanya akal-akalan licik dengan dalih momentum libur Natal dan Tahun Baru ( Nataru) agar Covid-19 tak meledak. Sudah begitu, kira-kira akal-akalan ini bagaimana implementasi di lapangan? Bagaimana cara petugas membedakan masyarakat yang bepergian di atas ataupun di bawah 250 km?
Kira-kira apa dampaknya pula? Apakah tidak menimbulkan kemacetan dan permasalahan transportasi darat lainnya? Dalihnya, membatasi mobilitas masyarakat dalam rangka Nataru.
Bukannya mengeluarkan larangan mudik dengan tegas, malah celah keuntungan PCR yang dikedepankan. Terlalu mudah dibaca akal-akalan itu!