Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Pengamat dan Praktisi

Mengapa Kemampuan Anak Indonesia Baru Menghafal dan Menerima Informasi?

Diperbarui: 24 Juli 2021   19:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Kompas.com


Bagaimana anak mampu berpikir kritis? Sebelum pandemi dan sekarang sedang pandemi saja, anak-anak Indonesia malah dibikin takut bila kritis, karena melihat kakak-kakaknya yang mahasiswa    saat bersikap kritis justru bentrok dengan aparat dan ada tindakan lainnya.

Pertanyaan itu, sekadar contoh, demi mendeskripsikan keadaan. Pasalnya, di  peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2021, anak-anak Indonesia malah masih bisa disimpulkan tak memiliki kemampuan berpikir kritis. Kemampuannya, sejauh ini baru pada tahap menghafal dan menerima informasi.

Apakah hal ini memang sesuai dengan teladan buruk yang bikin anak-anak takut untuk kritis atau memang fakta dari keadaan pendidikan Indonesia yang terus terpuruk dan belum berhasil mengentaskan pendidikan anak, sehingga menjadi data yang valid hingga Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim mengatakan dalam acara virtual bertajuk "Hari Anak Nasional (HAN) 2021", Jumat (23/7/2021), bahwa salah satu kebutuhan anak-anak Indonesia adalah kemampuan berpikir kritis.

Nadiem juga ingin anak- anak Indonesia dapat memahami dan mempertanyakan, tidak hanya sekadar menghafal dan menerima informasi karena salah satu kebutuhan utama anak Indonesia di tengah perubahan global saat ini adalah kemampuan berpikir kritis. Anak-anak Indonesia harus bisa memahami bukan hanya menghafal, harus bisa mempertanyakan bukan hanya menerima.

Berikutnya, Nadiem pun menambahkan, membaca buku merupakan salah satu cara menumbuhkan kemampuan berpikir kritis. Membaca buku juga dapat menghindarkan anak Indonesia dari risiko learning loss selama pandemi. Karenanya, Nadiem mengajak seluruh anak Indonesia terus membaca buku yang mereka sukai.

HAN sudah 37 tahun, Indonesia belum mendidik?

Bila Nadiem sampai bicara begitu, kira-kira ke mana saja pendidikan untuk anak-anak Indonesia selama ini, hingga sampai dibuat peringatan HAN. Bahkan HAN tahun ini adalah peringatan yang ke-37 tahun sejak Hari dicetuskan oleh Presiden Soeharto melalui Keputusan Presiden RI Nomor 44 tahun 1984. Saat itu, Soeharto melihat bahwa anak-anak merupakan aset kemajuan bangsa, sehingga sejak tahun 1984 ditetapkan setiap tanggal 23 Juli sebagai Hari Anak Nasional (HAN).

Namun, apa yang diungkapkan oleh Nadiem, rasanya setelah 37 tahun, khususnya dalam bidang pendidikan, pun di bawah kepemimpinan pemerintah sekarang yang sedang berjalan di periode kedua, harapan Soeharto masih jauh panggang dari api.

Terlebih peringatan HAN tahun 2021 ini, mengusung tema Anak Terlindungi, Indonesia Maju. Dengan tema tersebut, khusus dari segi pendidikan, dlihat dari apa yang diungkapkan oleh Nadiem, maka nampak jelas bahwa anak Indonesia belum terlindungi dan terlayani dari segi pendidikan. Apalagi di tengah Pandemi corona. Bahkan, ucapan Nadiem benar-benar memperkuat bukti bahwa pendidikan anak Indonesia gagal.

Atas kondisi itu, apakah Mendikbud Ristek hanya berhenti pada kata-kata yang bisa menyimpulkan bahwa anak-anak Indonesia baru dalam tataran menghafal dan menerima informasi. Belum kritis?

Nadiem sebagai Mendikbud Ristek, seharusnya juga paham betul bahwa selama ini, anak-anak Indonesia hanya belajar dan diajar! Belum dididik dan terdidik.

Kalau boleh di bilang, Indonesia belum mendidik mereka, dan Taksonomi Bloom juga masih berhenti pada teori, belum dipahami dan teraplikasi dengan benar di setiap pikiran dan hati insan yang bertugas mengajar dan mendidik khususnya di Indonesia. Makanya, tataran hasil belajar anak pun baru sampai batas yang diungkap Nadiem.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline