Tidak terbang ke langit, tidak pula menjejak bumi, dan terus bagai air di daun talas. Barangkali, itulah yang bisa saya gambarkan dari kebijakan-kebijakan pemerintah dalam mencegah, mengantisipasi, dan menangani pandemi corona di Ibu Pertiwi.
Silakan masing-masing dari kita menerjemahkan dan mengartikan sendiri padanan makna dari permainan kata tersebut untuk pemerintah.
Istilah berubah, siapa yang meminta?
Bila kemarin banyak masyarakat yang menyebut tindakan Presiden memalukan karena mengubah statuta salah satu Perguruan Tinggi demi melindungi rektor dan memperkokoh kampus menjadi bagian alat kekuasaan, dan jelas arahnya untuk mematikan demokrasi di Indonesia dari kaum intelektual bernama mahasiswa, maka kali ini rakyat pun bingung.
Rakyat menuntut kerendahan hati Presiden untuk menghentikan kebijakan PPKM darurat, karena pemerintah tak memberi makan dan mengganti kerugian rakyat, sebaliknya semakin membikin menderita. Ternyata, PPKM darurat tetap diperpanjang dan demi pencitraan atau demi-demi yang lain, namanya malah diganti menjadi PPKM Level 4 yang konteksnya sama saja. Dan, jelas istilah itu bukan yang digaungkan rakyat.
Sangat nampak, pemerintah mencoba selalu berkelit dari kewajiban amanah kepada rakyat dengan berbagai dalih yang sangat mudah dibaca arahnya oleh rakyat. Bagaimana rakyat tidak semakin gerah?
Bahkan, untuk sekadar mengganti istilah PPKM, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan saat ini pemerintah mengategorikan kondisi pandemi menjadi empat level, tidak PPKM darurat lagi.
"Kita sekarang kategorikan (kondisi pandemi) itu jadi level 1, level 2, level 3, level 4."
"Level 4 itu sama dengan PPKM Darurat. Jadi, kita nggak pakai istilah darurat lagi, pakai level saja," ujar Luhut dalam program B-Talk yang ditayangkan Kompas TV, Selasa (20/7/2021) malam.
Luar biasanya pemerintah. Yang bikin corona Wuhan bebas masuk Indonesia siapa? Yang bikin berkeliaran corona delta India di Indonesia siapa? Terus ujungnya mereka juga yang kini bikin level-level penanganan corona.
Hanya Indonesia nampaknya, yang pemerintahnya begitu abai terhadap penebaran corona dari Wuhan dan India. Hanya Indonesia pula yang pastinya sangat konsisten bikin istilah-istilah kebijakan penanganan corona, hanya mungkin karena sudah terlanjur malu anti menggunakan istilah lockdown, karena tak mau tunaikan kewajiban kepada rakyat dan entah berpihaknya kepada siapa?
Tetapi begitu corona terus merajalela di Indonesia, rakyat Indonesia justru terkesan menjadi kelinci percobaan kebijakan khas made-in pemerintah dalam menangani corona, pun belum ada yang berhasil.