Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Pengamat dan Praktisi

Refleksi Jelang Idul Fitri 1442 Hijriah, Pelit atau Kikir Dampaknya Berbahaya

Diperbarui: 8 Mei 2021   11:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Kompas.com


Lebaran Idul Fitri 1442 Hijriah tinggal lima hari lagi. Namun, selama Ramadhan tahun ini, masyarakat Indonesia sudah dipenuhi haru-biru berbagai masalah di tengah Covid-19 yang sudah memasuki bulan ke-15 berpandemi di Indonesia.Imbasnya, kondisi kesehatan dan perekonomian masyarakat terpuruk. Meski demikian, herannya, situasi dalam kehidupan nyata, seperti sedang tidak bermasalah. Jalan-jalan tetap penuh kendaraan, pusat perbelanjaan baik pasar tradisional maupun mal tetap padat dan lain sebagainya, seperti tidak sedang terjadi pandemi.

Namun demikian, tetap nampak perbedaan antara rakyat yang kaya, menengah, dan miskin. Terlebih, masyarakat yang masih menerima gaji bulanan sebagai ASN atau PNS, gaji dari uang rakyat tetap tidak dipotong, juga masyarakat yang dapat gaji di perusahaan atau kantor swasta. Semuanya masih dapat hidup wajar, seperti tak terimbas corona, tidak seperti rakyat jelata yang tak ada pekerjaan karena di PHK atau usahanya gulung tikar, atau yang tak punya pekerjaan, terus merasakan penderitaan berkepanjangan.

Kesenjangan ini, nampak begitu nyata, tapi seolah sudah menjadi pemandangan lazim dan biasa. Yang sejahtera tetap sejahtera, yang susah tetap susah.

Simpati, empati, peduli, dan kikir

Dalam situasi kehidupan yang terpuruk ini, masyarakat pun akhirnya dapat menilai orang-orang yang tetap berhati mulia, memikirkan kondisi orang lain yang kesusahan. Tetap peduli mau berbagi dan berpartisipasi menyisihakan harta atau uangnya bagi orang lain atau lingkungan atau tempat kerja atau tempat perkumpulannya.

Orang-orang yang berhati mulia ini pun dari golongan orang kaya, menengah, dan miskin. Takjubnya, tetap banyak orang miskin yang berhati mulia. Meski untuk dirinya sendiri berkekurangan, tetap punya simpati, empati, dan peduli terhadap sesama, mau berpartisipasi, dan berbagi.

Sebaliknya, banyak juga masyarakat khususnya mulai dari orang kaya dan menengah yang tetap pelit, kikir. Hanya mementingkan dirinya sendiri dan keluarganya.

Orang-orang yang pelit atau kikir atau bakhil, sangat mudah diidentifikasi di lingkungan Rukun Tetangga (RT) atau Kompleks Perumahan. Juga dapat diidentifikasi di lingkungan kantor-kantor, dan di perkumpulan-perkumpulan sosial, budaya, olah raga, dan lainnya, karena intensitas pertemuan dan bersinggungannya dalam kegiatan dan pekerjaan.

Tanpa disadari, orang-orang pelit atau kikir ini, justru menampilkan dirinya di tengah masyarakat dengan apa adanya. Sehingga sangat mudah terbaca yang bersangkutan susah untuk berbagi dengan orang lain, membantu saudaranya pun pelit.

Ciri orang kikir, di tengah masyarakat sudah lazim di pahami masyarakat. Suka
menumpuk harta tanpa pernah mau memerhatikan nasib saudaranya dan orang lain. Tidak peduli dengan kondisi orang lain, yang penting dia sendiri bahagia.

Sifat pelit atau kikir, biasanya juga bakat bawaan dari seseorang, karena sepanjang hidupnya kering dari siraman rohani. Ada yang ibadahnya rajin, tapi tetap pelit dan kikir.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline