Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Pengamat dan Praktisi

Karangan Bunga dan Komunikasi Politik

Diperbarui: 30 April 2021   23:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Kompas.com


Bicara terorisme, pekan ini sedang mengapung kisah penangkapan tertuduh teroris dan pelabelan teroris pada kelompok sparatis di Indonesia yang langsung menimbulkan pro dan kontra. Masalah teroris ini berbanding terbalik dengan pengangkatan Mendikbudristek yang justru membikin publik Indonesia diam.Untuk masalah teroris, pagi hingga malam di beberapa hari ini, ada saja stasiun televisi nasional yang mengangkat kasus terorisme ini dengan menghadirkan berbagai nara sumber terkait secara live. Pun berbagai media, juga terus berjilid yang mengangkat berita terorisme ini.

Namun, di sela-sela kehangatan masalah teroris ini, ada lagi fenomena yang nampaknya sudah mulai menjadi tradisi, yaitu tentang karangan bunga yang kali ini dipersembahkan untuk Mabes Polri.

Sebelumnya, karangan bunga yang diberikan dengan maksud dan tujuan sama juga sudah beberapa kali terjadi dan sudah saya ulas di artikel-artikel yang telah lalu.

Saya pikir, tak akan ada lagi model pemberian karangan bunga karena maksud dan tujuannya juga sudah terbaca oleh masyarakat Indonesia, ada apa di baliknya. Ternyata tetap saja ada pihak yang masih bermain-main dengan karangan bunga yang tak murah di tengah masyarakat terpuruk dan menderita.

Muatannya klasik, anonim

Atas kiriman karangan bunga ke Polri, banyak pihak yang menilai bahwa karangan bunga yang diberikan agar meninggalkan kesan ada prestasi karena sukses menangkap tertuduh teroris dan dinilai sarat muatan politik.

Pemberian karangan bunga, terbaca sangat direncanakan untuk memberi pesan dukungan terhadap Polri dalam memberantas teroris, meski secara realistis, dukungan tersebut memang wajar dan tidak salah.

Namun, karena tradisi karangan bunga ini sudah terjadi sebelumnya, masyarakat pun menangkap pesan bahwa dukungannya tidak wajar, seperti settingan atau rekayasa.

Identifikasinya juga dapat ditilik seperti
pemesannya hanya segelintir orang atau kelompok yang sama, memesan karangan bunga dengan pesan hampir senada dibuat seolah-olah dari sumber yang berbeda.

Anehnya lagi, karangan bunga untuk Polri, pemberi karangan bunga tidak dicantumkan, anonim. Hal ini membuat pihak yang menerima dukungan (Polri) tidak mengetahui siapa atau lembaga mana yang mendukungnya. Sulit ditebak apakah karangan bunga itu berasal dari sumber yang sama atau berbeda.

Karenanya, atas fakta tersebut, karangan bunga jadi hanya semacam rekayasa dari pihak-pihak yang mencari keuntungan di air keruh. Lebih parah, karena pemberinya anonim, di dalamnya bisa memuat unsur
pembohongan publik dan menyesatkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline