Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Pengamat dan Praktisi

Hati-hati Bermedsos agar Tak Kesandung UU ITE

Diperbarui: 8 November 2020   13:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: rmoljateng.com

Berbagai kejadian di Republik ini telah membuktikan bahwa Undang--Undang (UU) Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang seharusnya digunakan untuk melindungi rakyat, nyatanya malah terus mengancam dan menjerat rakyat.Sudah tak terhitung banyaknya kasus masyarakat yang terjerat UU ini. 

Namun, meski kasusnya terus terjadi, yang terjerat terus bertambah, mengapa masih tetap ada masyarakat yang tetap kena jerat? Apa karena masyarakat tetap masih banyak yang belum tahu tentang UU ITE ini? Tetapi, menilik siapa saja yang sudah tersandung UU ITE, malah banyak pula masyarakat terdidik yang tersandung.

Bila masyarakat terdidik yang tentunya sudah tahu dan sudah sering melihat dan membaca berita tentang kasus UU ITE saja masih terjerat, bagaimana masyarakat kita yang masih banyak tak tentang UU ITE, namun aktif sekali dalam penggunaan media sosial. 

Bahkan, banyak sekali masyarakat yang ikut-ikutan sering membagikan berita atau posting hal lain yang hanya sekadar meneruskan, tanpa terlebih dahulu membaca/menonton berita apa yang asal diteruskan dalam medsos.

Terbaru, ada kasus unik, terjerat kasus UU ITE yang bisa jadi si terjerat tidak tahu bahwa apa yang dilakukannya tidak akan membahayakan dirinya. Akibat kejadian ini, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni dalam keterangannya kepada awak media di Jakarta, Jumat (6/11/2020), menegaskan bahwa UU ITE, bukan malah digunakan untuk menindas rakyat.

"Ini hal yang tidak masuk akal. UU ITE yang seharusnya untuk melindungi rakyat, malah digunakan untuk mengkriminalisasi dan membungkam aspirasi warga," tutur Ahmad Sahroni, dikutip dari Antara.

Sahroni cukup prihatin atas peristiwa seorang warga Lebak, Banten, yang ditahan karena mengunggah video seorang ibu yang hendak melahirkan di kampungnya. Namun, harus ditandu sejauh tiga kilometer.

Namun apa daya, maksud hati mencari simpati dan perhatian, tetapi justru akibat unggahannya, malah membuat berang pemerintah desa, karena dinilai mencemarkan nama baik dan berbuntut dibawa ke Kepolisian Sektor (Polsek) Penggarangan.

Miris, unggahan yang sebenarnya merupakan bentuk keluhan dan "uneg-uneg" warga atas kondisi yang dialami justru jadi petaka, semoga saja dapat diselesaikan secara kekeluargaan.

Atas kejadian ini, Polisi pun dinilai tak selektif dalam mengaplikasikan UU ini, karena  tak melihat konteksnya. Namun, karena sebuah laporan, langsung ditindak.

Belajar dari kasus ini dan berbagai kasus sebelumnya, bagi masyarakat yang sudah tahu dan paham tentang UU ITE ini,  merasakan betul betapa UU ini sangat mengekang kebebasan berpendapat di negeri demokrasi ini. Secara otomatis, suara rakyat pun dibungkam, sebab media sosial tidak lagi menjalankan salah satu fungsinya sebagai media sosial, yaitu tempat "berbagi" bagi masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline