Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Pengamat dan Praktisi

Meski Tak Berhati Nurani, Batu yang Keras Bisa Pecah

Diperbarui: 20 Oktober 2020   09:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: kontakbanten.co.id

"Meski tak berhati nurani, batu yang keras bisa pecah." (Supartono JW.20102020)

Manusia bukan batu, sebab memiliki hati nurani. Akan kah manusia yang keras hati dan hanya mementingkan diri dan kelompoknya akan kalah oleh batu dan tak pecah? 

Belajar dari demonstrasi penolakan UU KPK, yang tetap tak dianggap oleh Presiden Jokowi. Lalu, kenaikan iuran BPJS yang tetap dinaikkan meski sudah dikalahkan di MK, persoalan Covid-19, persoalan pindah Ibu Kota, dan persoalan-persoalan UU dan kebijakan lain terutama di periode kedua kepemimpinannya, rasanya sulit untuk rakyat "berteriak" memperjuangkan aspirasinya, kemudian teriakannya didengar dan diindahkan.

Begitupun rencana Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) yang kembali akan mengadakan demo pada hari Selasa 20 Oktober karena Jokowi tidak menemui peserta aksi unjuk rasa saat demo sebelumnya menyoal UU Cipta Kerja.

Saat demo, Jumat (16/10/2020), dengan aksi dimulai pukul 13.00-17.00 WIB, namun Presiden yang diharapkan menemui mereka, ternyata hanya Staf Khusus Milenial yang dirasa bukan representatif dari Presiden Republik Indonesia.

Karenanya pada demo hari ini, berbagai pihak pun yakin Presiden Jokowi juga tak akan menemui mahasiswa dan bisa jadi hanya menyuruh Stafnya lagi.

Mengapa Presiden Jokowi kini dirasakan oleh berbagai pihak benar-benar sudah tak memihak rakyat? Berbagai pihak pun kini bahkan menyebut bahwa polisi sudah bukan pengayom rakyat, namun berubah menjadi pengayom dan pengaman pemerintah.

Saya kutip dari Kompas.com, Senin (19/10/2020) Mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yati Andriyani menyebut bahwa Jokowi sudah tidak memiliki beban politik di periode kedua kepemimpinannya, sehingga tidak terbebani untuk terpilih lagi maupun beban untuk mendapatkan dukungan masyarakat sipil.

Karenanya, Yati mengungkapkan bahwa Jokowi sudah tak memerhatikan hak asasi manusia dan demokrasi menjadi tersingkirkan pada era pemerintaan Jokowi periode kedua ini. 

Bahkan Yati pun mengatakan:
"HAM, demokrasi dan seterusnya, dengan sangat percaya diri dihilangkan, dipinggirkan, dan tidak ada tempat dalam politik pemerintahan hari ini."

Apa yang diungkap oleh Yati, bisa jadi benar, bisa jadi salah. Namun, dengan melihat fakta di lapangan, ternyata serangan terhadap kebebasan masyarakat sipil menjadi lebih ganas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline