Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Pengamat dan Praktisi

Komunikasi Publik Buruk, Masalah UU Cipta Kerja Tambah Keruh

Diperbarui: 12 Oktober 2020   11:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Komunikasipraktis.com


Pernyataan Presiden Jokowi dalam konferensi pers terkait UU Cipta Kerja pada Jumat, 9 Oktober 2020 yang menyebut aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja terjadi karena disinformasi dan termakan hoaks, hingga kini terus menuai kontroversi dan disesalkan oleh banyak pihak. Bahkan ada pihak yang sampai mengungkap bahwa pernyataan Presiden itu menyesatkan.

Kesah tukang cukur

Sejatinya, hari Minggu, 11 Oktober 2020, saya ingin rehat dari ingar bingar sengkarut di NKRI dan mencoba sehari saja tak menulis artikel. Sayang, meski rehat sehari tak menulis artikel berhasil, namun saya tak berhasil mencegah sahabat dan rekan-rekan saya membombardir wa saya dari berbagai berita menyoal sengkarut di NKRI sejak pagi hingga malam hari.

Bahkan di luar dugaan saya, saat saya potong rambut, ternyata tukang cukur langganan saya sedang off dan digantikan oleh rekannya. Lalu, apa yang terjadi? Sejak tukang cukur rekan tukang cukur langganan saya ini mulai memotong rambut saya, dia tak berhenti bicara menyoal sengkarut di NKRI.

Dia bicara dari sudut pandangnya sebagai wong cilik. Rupanya semakin saya dengarkan, karena saya coba tak melayani pembicaraannya, nampak sekali bahwa dia sangat kecewa kepada pemimpin di negeri ini. Dia sebut, siapa pun Presidennya, rakyat tetap saja menderita dan miskin.

Sebagai wong cilik, saat sekarang terjadi demontrasi yang akhirnya timbul rusuh, dia mengatakan, berarti kalau sampai rakyat demo, berarti ada yang tidak beres, meski ada.yang rusuh. Dia juga mengatakan bahwa sebelum akhirnya ada demo penolakan, bukannya pemerintah dan DPR sudah diingatkan oleh berbagai pihak tapi tetap ngotot.

Malah, Presidennya kabur saat didatangi pendemo. Begitu Presiden bicara dalam konferensi pers, malah bilang rakyat demo karena termakan isu disinformasi dan hoaks.

Atas antuasiasnya dia bicara masalah Indonesia dan sepertinya memahami apa yang sedang terjadi, saya pun coba menanyakan apakah dia ikut memilih Presiden saat Pilpres dan dari mana dia menjadi begitu paham dengan apa yang sedang terjadi di NKRI?

Dia pun menjawab, tidak ikut memilih dalam Pilpres karena bekerja di rantau sebagai tukang cukur rambut. Dia juga menjelaskan bahwa dia tidak merasakan pendidikan tinggi, namun tahu kondisi Indonesia terutama dari apa yang dia rasakan sebagai rakyat dan selalu rajin mengikuti perkembangan Indonesia dan berita media massa terutama televisi dan mengatakan bahwa sebenarmya Indonesia kini sedang dijajah oleh bangsa sendiri.

Karena penasaran, saya pun akhirnya coba bertanya, apa harapan dia untuk Indonesia dan para pemimpinnya agar Indonesia tak terus bermasalah. Jawabnya ternyata cukup ringkas dan padat. Sebagai rakyat biasa yang hidup dari ongkos jasa mencukur rambut, dia hanya berharap "pemimpin Indonesia memihak rakyat." Alasannya, hingga kini siapa pun Presidennya, rakyat masih menderita.

Begitu tugasnya selesai mencukur rambut saya, saya pun langsung pamit dan menyemangati, semoga pemimpin kita kembali ke rakyat, rakyat akan lepas dari penderitaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline