Lihat ke Halaman Asli

Tonny Syiariel

TERVERIFIKASI

Travel Management Consultant and Professional Tour Leader

Petak Sembilan dan Cerita Imlek yang Tak Pernah Usai

Diperbarui: 2 Februari 2022   14:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kolase foto perayaan Imlek di Petak Sembilan. Sumber: dokumentasi pribadi

Hiruk pikuk suara pedagang dan pembeli bak mengiringi langkah kakiku di sepanjang jalan menuju Klenteng Jin-de Yuan. Jalan yang dipadati pedagang kaki lima dan kios di kedua sisi jalan itu pun terasa kian menyempit dengan masih lalu lalangnya sepeda motor yang ikut melintas. Pemotor dan pejalan kaki pun bak berebut setiap jengkal ruang kosong yang tersisa di depannya. Itulah wajah Petak Sembilan menjelang Hari Raya Imlek!

Jakarta memang masih menyimpan banyak sekali kawasan bersejarah. Dari era Sunda Kelapa hingga zaman Batavia. Dan salah satu kawasan yang ikut mewarnai sejarah panjang ibu kota Indonesia ini terselip di Kelurahan Glodok, Taman Sari, Jakarta Barat. 

Dari tempat inilah kawasan Pecinan Jakarta terus berdetak. Bahkan telah lama menjadi salah satu destinasi wisata yang sangat populer di Ibu Kota Indonesia ini.

Petak Sembilan bisa dibilang berada di pusat Chinatown-nya Jakarta. Kawasan di luar tembok benteng Batavia ini awalnya merupakan tempat isolasi bagi warga Tionghoa pada abad ke-17. 

Pada saat itu, VOC memang sengaja menempatkan masyarakat Tionghoa dalam satu wilayah khusus. Strategi ini tidak lain demi keamanan bangsa kolonialis itu sendiri pasca peristiwa Geger Pecinan.

Sebuah sudut jalan di Petak Sembilan. Sumber: dokumentasi pribadi

Nama Petak Sembilan itu sendiri konon berasal dari sembilan rumah petak yang pernah berdiri di lokasi ini. Sayang sekali rumah Petak Sembilan tersebut tinggal nama saja. Sulit menemukan warga setempat yang bisa menunjukkan bekas lokasi rumah-rumah tersebut saat ini.

Kawasan Pecinan ini sejatinya telah tersohor sejak ratusan tahun lalu. Setidaknya, sejak berdirinya sebuah klenteng yang disebut Jin-de Yuan atau Kim-Tek Ie pada tahun 1650. Kehadiran klenteng ini pun seakan menandai dimulainya peradaban warga keturunan Tionghoa di wilayah yang sarat nilai sejarah ini.

Keramaian di depan wihara pada Hari Raya Imlek. Sumber: dokumentasi pribadi

Dari wihara yang selanjutnya menjadi ikon Jakarta Chinatown itulah berbagai aktivitas agama dan budaya dari komunitas Tionghoa dirayakan sejak abad ke-17. Sama seperti yang juga ditulis dalam buku "Historical Sites of Jakarta" karya Adolf Heuken.

Mulai dari perayaan Hari Tahun Baru Imlek, Cap Go Meh dan berbagai festival serta tradisi budaya lainnya. Semua perayaan inilah yang membuat kawasan ini selalu ramai pengunjung. Apalagi di hari-hari besar warga keturunan Tionghoa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline