Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki 17,508 pulau. Berjajar dari Sabang, kota di ujung paling barat sampai Merauke di ujung paling timur Indonesia, dalam bentangan jarak sekitar 5,120 km! Dari Laut Andaman hingga Laut Arafura. Sungguh fantastis! Dan salah satu pulau yang sangat layak dikunjungi adalah Pulau Weh, sebuah pulau vulkanik kecil yang indah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Tidak banyak pulau yang memiliki letak geografis istimewa seperti Pulau Weh. Kota Sabang, yang diakui sebagai kota paling barat di Indonesia serta Tugu Kilometer Nol Indonesia pun berada di atas pulau yang termasuk dalam provinsi Aceh ini.
Bahkan dengan mendengar lokasinya saja sudah membuat banyak pelancong penasaran ke sana. Nah, bagaimana kalau kita juga melaju ke sana. Anda mau ikut, bukan? Yuk!
Sejatinya, Pulau Weh bukanlah pulau paling barat di Indonesia. Adalah Pulau Benggala yang berada di posisi sebagai pulau paling barat di Indonesia. Pulau karang tidak berpenghuni ini terletak di tenggara Teluk Benggala atau selatan Laut Andaman.
Akan tetapi, siapa yang tidak kenal nama kota Sabang yang begitu termasyhur. Anda pasti ingat lagu "Dari Sabang sampai Merauke". Betul! Sabang yang dimaksud adalah kota di Pulau Weh ini.
Provinsi Aceh dan Pulau Weh telah lama menjadi destinasi impian bagi penulis untuk menjelajahinya. Pucuk dicinta ulam tiba. Akhir Februari 2020 lalu, sebuah komunitas fotografer lanskap mengajak penulis berburu foto ke Pulau Weh. Singkatnya, setelah semalam di Banda Aceh, besoknya kami segera bersiap untuk menyeberang ke Pulau Weh.
Namun, seperti ungkapan "Setiap perjalanan mempunyai ceritanya sendiri". Begitu pula yang kami alami hari itu di Pelabuhan Ulee Lheue Banda Aceh. Sebuah tantangan alam yang sejenak membuat kami diliputi keraguan untuk meneruskan perjalanan ke Pulau Weh. Langit biru nan cerah di pagi itu rupanya membuat laut pun ikut bergelora.
Setelah hampir sejam tertunda, kapal cepat yang rencananya kami tumpangi akhirnya memutuskan batal berangkat. Pilihan tersisa hanya Kapal Lambat ASDP atau feri yang akan tetap menyeberang. Ternyata penyeberangan di bulan Februari adalah salah satu perjalanan yang paling dramatis dan tidak terlupakan.
Setelah lebih dari tiga jam terus menerus diterpa gelombang tinggi yang seakan tidak lelah berkejaran, kami akhirnya merapat di Pelabuhan Balohan, Pulau Weh.
Menurut seorang teman di Aceh, angin kencang dan gelombang tinggi masih kerap datang di bulan Februari. Waktu terbaik ke Aceh antara April sampai Oktober, yakni di saat Angin Muson Timur, ketika laut cenderung lebih tenang.