Lihat ke Halaman Asli

Tonny Syiariel

TERVERIFIKASI

Travel Management Consultant and Professional Tour Leader

Raja Ampat, Sang "Raja Baru" dari Timur

Diperbarui: 4 Januari 2021   23:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Panorama dari puncak Pianemo. Sumber: koleksi pribadi

Andaikan ada sebuah destinasi wisata yang begitu indah hingga sulit dilukiskan, maka destinasi itu mestinya Raja Ampat. Dan jika ada sebuah destinasi yang pesonanya sukar dideskripsikan, maka destinasi itu pun pastinya Raja Ampat.

Raja Ampat memang bukan destinasi wisata biasa. Ini destinasi wisata yang luar biasa. Puja-puji lewat ribuan kata pun seakan tidak cukup. Kemolekan pulau-pulau dan keindahan bawah lautnya telah mengangkatnya ke pentas pariwisata global.

Dan pada ujungnya, julukan "The Last Paradise on Earth" yang telah disandangnya kian menegaskan reputasinya sebagai salah satu mutiara paling berkilau di dunia pariwisata Indonesia saat ini.

Indonesia sudah lama kondang dengan ratusan destinasi wisata kelas dunia. Keindahan pantai, danau, gunung, dan lain-lain, tersebar di seluruh penjuru bumi Nusantara. Meskipun demikian, ketika Raja Ampat muncul di panggung pariwisata internasional dalam satu dekade terakhir, dunia pun tercengang. Indonesia seakan tidak pernah kehabisan senjata rahasianya.

Panorama dari puncak Wayag. Sumber: koleksi pribadi

Kepulauan Raja Ampat, begitulah sebutan lengkapnya, adalah sebuah kabupaten di Papua Barat. Terdiri dari sekitar 1,500 pulau kecil yang mengitari empat pulau besar, yaitu Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool. Ibu kota Kabupaten Raja Ampat sendiri adalah kota Waisai, yang berada di sisi selatan pulau Waigeo. Kota ini biasanya menjadi basis atau transit point pengunjung sebelum mengelilingi kepulauan ini.

Seperti di berbagai destinasi terkenal lainnya, nama Raja Ampat pun menyimpan kisah menarik di baliknya. Alkisah, menurut mitos yang dipercaya masyarakat setempat, nama Raja Ampat berasal dari kisah seorang wanita yang menemukan tujuh telur.

Empat butir di antaranya kemudian menetas menjadi empat orang pangeran. Keempatnya kemudian berpisah dan masing-masing menjadi raja yang berkuasa di empat pulau terbesar di kepulauan ini. Sementara itu, tiga telur lainnya bernasib berbeda. Ketiga telur itu masing-masing beralih rupa menjadi hantu, seorang wanita, dan sebuah batu.

Grup penyelam asing dgn kapal Phinisi. Sumber: koleksi pribadi

Pintu gerbang utama memasuki kepulauan Raja Ampat adalah kota Sorong, kota terbesar di Provinsi Papua Barat. Ada beberapa maskapai nasional yang melayani rute Jakarta -- Sorong. Di antaranya, Garuda dan Lion Air, yang biasanya transit di kota Makassar atau Manado.

Setiba di Sorong, pengunjung memiliki dua opsi. Bisa langsung menuju Raja Ampat atau menginap dulu semalam di Sorong, tergantung jam tiba di bandara Domine Eduard Osok, Sorong. Penulis sendiri, dalam dua kesempatan ke Raja Ampat, selalu langsung menuju Pelabuhan Rakyat Sorong untuk lanjut ke kota Waisai, Raja Ampat dengan kapal motor.

Sebetulnya ada juga penerbangan dari bandara Domine Eduard Osok langsung ke bandara Marinda - Waisai yang dilayani Wings Air dan Susi Air. Tetapi, selain harga tiket pesawat yang cukup mahal, pilihan perjalanan lewat laut justru sangat menarik. Laut dan langit nan biru adalah lukisan alam yang tidak tergantikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline