Jakarta kini berusia 493 tahun! Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, kali ini perayaan ulang tahun kota berjuluk "the Big Durian" ini akan berlangsung senyap, tanpa banyak keriuhan. Pandemi covid-19 yang masih mengintai menjadi penyebabnya.
Kemeriahan seperti tahun lalu sudah pasti tidak akan terlihat. Acara tahunan 'Jakarta Fair' sudah dibatalkan, begitu pun berbagai agenda lainnya. Tema tahun ini "Jakarta Tangguh" pun dipilih untuk mencerminkan keuletan warga Jakarta bertarung melawan pandemi covid-19.
Dibandingkan kota-kota metropolitan dunia lainnya, Jakarta bisa dikatakan berdiri sejajar, baik dari segi pembangunan kota, maupun dari aspek sejarah yang sangat panjang dan berliku. Dari namanya saja, kota ini telah berganti nama beberapa kali. Dari Sunda Kelapa, Jayakarta, Batavia, hingga kini Jakarta.
Jakarta juga pernah didatangi bangsa penjajah Portugis, dikuasai kolonialis Belanda, Inggris hingga Jepang. Masing-masing meninggalkan jejak sejarah. Meskipun, jejak kolonialisme Belanda yang paling dominan terlihat di berbagai sudut Jakarta.
Sejarah panjang kota Jakarta tidak terpisahkan dari kota Pelabuhan Sunda Kelapa. Dari pelabuhan tua inilah, Jakarta yang sekarang berkembang pesat menjadi sebuah kota metropolitan dan ibukota negara Indonesia.
Dari pelabuhan kecil menjadi salah satu kota terpadat berpenduduk lebih dari 10 juta jiwa. Populasi metropolitan Jakarta, atau Jabotabek, bahkan jauh di atas 30 juta, sehingga menjadikannya sebagai salah satu area metropolitan terpadat di dunia.
Membaca sejarah Jakarta tidaklah lengkap tanpa membuka buku "Historical Sites of Jakarta" karangan Adolf Heuken SJ. Bahkan buku ini sudah seperti kitab suci bagi sebagian besar peminat sejarah dan local guide di Jakarta. Adolf Heuken (1929-2019) adalah seorang pastor Katholik dan penulis kelahiran Jerman yang menjadi warga negara Indonesia dan selanjutnya menetap di Indonesia hingga akhir hayatnya.
Kota pelabuhan Sunda Kelapa, yang terletak di Teluk Jakarta di muara Sungai Ciliwung, termasuk pelabuhan tertua di Indonesia. Di sinilah perdagangan hasil bumi, yang sampai ke China, berlangsung ramai.
Dari Sunda Kelapa yang berada di bawah kekuasaan Raja Pajajaran, kota ini kemudian dinamai Jayakarta, setelah direbut Fatahillah, menantu dari Sultan Demak, penguasa Kerajaan Islam Demak yang sedang berada di puncak kejayaan saat itu. Menandai hari kemenangn inilah, Fatahillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta, yang artinya "Kemenangan yang Sempurna". Saat kemenangan itu diperkirakan jatuh pada tanggal 22 Juni 1527, yang selanjutnya ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Jakarta.
Fatahillah, atau juga populer dengan nama Falatehan, ikut menghancurkan armada Portugis yang hendak merapat ke Sunda Kelapa, setelah membuat perjanjian dengan Raja Sunda Pajajaran.
Kedatangan Belanda pada tahun 1595 di Banten di bawah komando Cornelis de Houtman dan selanjutnya masuk ke Jayakarta tahun 1617 mengawali rencana tersembunyi Belanda untuk menguasai sepenuhnya kota pelabuhan ini.