Anda suka membaca buku bukan? Saya juga.
Seingatku hobi membaca itu telah berlangsung sangat lama. Dari zaman keemasan komik jagoan versi Indonesia seperti Gundala Putra Petir, Cersil lokal Mandala Siluman Sungai Ular, cersil Kho Ping Hoo, cerpen-cerpen Leila S. Chudori, dll, hingga kini ketika banyak orang hanya membaca secara daring.
Di momen seperti ini, ketika kita semua harus #dirumahsaja, saya ingat sebuah quote dari Mason Cooley, seorang Profesor AS yang terkenal dengan ungkapan-ungkapan ringkas nan tajam (aforisme). Katanya, "Reading gives us someplace to go when we have to stay where we are."
Bener juga yaa? Meskipun di rumah, masih bisa 'bepergian' kemana saja dengan membaca. Bukankah ada juga pepatah lama tapi tetap relevan, "Buku adalah jendela dunia". Dari aktivitas membaca buku, kita seakan membuka jendela dunia agar tahu apa yang ada di belahan dunia lainnya.
Berbicara tentang jendela dunia, saya jadi teringat masa kecilku di kota kecamatan Tobelo di Halmahera Utara, yang jauh dari mana-mana. Jangankan ke ibukota provinsi, ke ibukota Kabupaten di Ternate saja susahnya luar biasa. Memerlukan perjalanan dengan kapal motor yang sangat jauh, mungkin sekitar 8-10 jam saat itu.
Jakarta bahkan tidak pernah terpikirkan, seakan sebuah angan-angan saja. Tapi ada sebuah buku tua milik papaku atau kakakku, yang paling suka saya baca dan pelajari, dengan tekad suatu saat saya bisa menjelajahi Indonesia dan juga dunia, seperti yang ada di buku tersebut.
Buku itu masih saya simpan hingga kini - "Atlas untuk Sekolah Landjutan" terbitan Djambatan 1957. Atlas itu telah membuka jendela dunia bagiku dan kini saya telah kemana-mana.
Tentu saja media membaca saat ini sudah sangat berbeda. Di era digital saat ini, banyak orang sudah beralih membaca secara daring. Banyak buku, majalah dan koran pun sudah ada versi digital. Bahkan belum lama ini, saya mencoba membeli e-book dari aplikasi Booklife.
Setelah semua proses transaksi, layaknya di berbagai aplikasi pembayaran lainnya, saya tinggal unduh dan menyimpan di rak buku. Tentunya, 'rak buku' online juga.
Kembali ke soal membaca tadi. Dulu ketika masih kuliah, harga buku relatif cukup mahal. Maka untuk menyiasati hobi tersebut, saya cukup sering berburu buku bekas di kawasan Pasar Inpres Senen.
Mahasiswa era 80-90an mestinya masih ingat kawasan sekitar terminal bus itu. Di sini harga-harga buku baru (bajakan) dan bekas (tapi masih bagus) dijual dengan harga miring, pas dengan kantong pas-pasan mahasiswa.