Lihat ke Halaman Asli

Tonny Juliantika Priangan

Magister Kajian Sejarah, Universitas Negeri Semarang

Tan Malaka dan Serikat Islam Onderwijs

Diperbarui: 27 Agustus 2024   22:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

tirto.id

Puluhan tahun lalu, tepatnya pada bulan juni 1921 sekolah Serikat Islam (SI) Onderwijs yang berhaluan kerakyatan didirikan. Sekolah tersebut didirikan oleh Tan Malaka di Semarang atas inisiasi Semaoun yang pada saat itu menginginkan adanya ruang pendidikan bagi rakyat kelas bawah. Sebab saat itu, pendidikan hanya dapat dinikmati ataupun oleh kalangan Borjuis saja, tidakpun untuk kalangan kromo maupun kelas proletar. Semaoen selaku pimpinan PKI mempercayai Tan Malaka guna mendirikan dan mengelola pendidikan yang berhaluan kerakyatan dan untuk rakyat kelas proletar dengan mengacu ideologi anti capitalism-imperialism.

Pendidikan Tan Malaka

Sebelumnya pada 1908, Tan Malaka pernah mengenyam pendidikan guru di Bukit Tinggi. Tan Malaka dinobatkan murid terpandai di sekolahnya oleh G.H Horensma, sang guru berkebangsaan Belanda. Melihat potensi kecerdasan Tan Malaka, Horensma berupaya untuk mengumpulkan dana agar Tan Malaka dapat pergi ke Belanda guna menempuh pendidikan selanjutnya. Berkat kegigihan Horensma tersebut, Tan Malaka dapat berangkat ke Belanda untuk menempuh pendidikan guru selanjutnya di Harleem, Belanda pada 1913.

Semasa sekolah lanjutannya di Belanda, selain berkenalan dengan pemahaman ideologi Marxisme-Leninisme yang saat itu marak digandrungi kelompok-kelompok pemuda progresif, Tan Malaka turut menggeluti perpolitikan Soviet. Maka tidak dapat dipungkiri bahwa pada akhirnya Tan Malaka juga mengenal Henk Sneevliet, seorang tokoh komunis Belanda.

Praktik Pendidikan Tan Malaka

Selepas kelulusannya pada 1919, Tan Malaka kembali ke Indonesia memprakktikan pemahaman pedagogi yang sudah ditempuhnya tersebut pada perusahaan tembakau terbesar di Deli, Sumatera. Tan Malaka mengajarkan anak-anak kuli kontrak yang berorientasi menciptakan buruh perkebunan baru. Fokus utama pendidikan tersebut tentunya tidak selaras dengan pemahaman Tan Malaka akan Marxisme-Leninismenya. Sebab fokus pendidikan baca, menulis, menghitung, dan keterampilan praktis hanya bertujuan untuk mendidik buruh agar meneruskan kekuasaan perusahan dalam memperoleh keuntungan. Maka dari itu, fokus pendidikan yang tidak selaras dengan pemahaman kebebasan dan kemerdekaan rakyat membuat Tan Malaka menerima tawaran dari Semaoen untuk mendirikan sekolah kerakyatan S.I Onderwijs pada 1921.

Tan Malaka tentunya amat paham untuk membuat program pendidikan sesuai kemauan Semaoen. melalui pengalamannya memahami teori pendidikan di Belanda, Tan Malaka membuat model ataupun teknik pengajaran yang sesuai dengan kemauan dan keterampilan para murid. Sebagian besar status murid murid S.I Onderwijs berasal dari kalangan kaum proletar (Kromo) dengan potensi yang menunggu untuk digali. Murid-murid ini bekerja sebagai petani, pelukis, maupun sebagai buruh. Namun dari latar belakang murid-murid tersebut, Tan Malaka berupaya sebagaimana mungkin bakat dan potensi  yang melekat pada murid bisa ditajamkan dengan didikan kerakyatan ala S.I Onderwijs. Sehingga dapat berguna sebagai kaum terpelajar yang membela masyarakat tertindas.

Metode pendidikan S.I Onderwijs tidak terikat seperti sekolah lainnya kala itu, seperti Kweekschool dan H.I.S Government yang menerapkan sistem pembelajaran dan mengatur sedemikian rupa yang tidak sesuai dengan bakat alami para murid. Di Kweekschool meskipun metode pembelajarannya tertata bukan menjadi jaminan bahwa murid-murid akan memahami secara jernih tentang pembelajaran. Sebab metode yang digunakan Kweekschool dan sekolah kolonial lainnya ialah metode menghafal. Murid diberikan sebuah pembelajaran baca, tulis, dan menghitung, kemudian para pendidik menyuruh untuk menghafal, lantas ketika penghafalan sudah dilakukan, ujian akan menjadi penentu kecerdasan murid. Tentunya hal tersebut akan membuat murid jauh dengan situasi objektif sekitar. Rakyat yang mengalami kesusahan tidak serta merta diketahui para murid didikan kolonial tersebut. Singkatnya murid-murid yang belajar di Kweekschool maupun H.I.S Government hanya bertujuan untuk memperkaya diri sendiri.

Inilah model pendidikan "gaya bank" atau "transfer pengetahuan" yang dikatakan Paulo Freire (tokoh pedagogi). Ruang gerak untuk kegiatan murid hanya terbatas pada menghafal, menerima, mencatat, dan menyimpan. Selayaknya Bank yang menyimpan banyaknya uang nasabah dari via transfer maupun deposit. Dalam konsep pendidikan gaya bank atau transfer pengetahuan, merupakan sebuah pemberian atau anugerah dari seseorang yang berpengetahuan kepada mereka yang dianggapnya tidak memiliki pengetahuan atau "tidak pintar". Hal ini saja sudah merupakan ciri dari penindasan dalam pendidikan. Murid tidak dibebaskan untuk menentukan takdirnya, melainkan sudah tertata oleh sistem yang mengarahkan murid sebagai kebutuhan kekuasaan.

Berbeda halnya dengan model tersebut, Tan Malaka di S.I Onderwijs selalu menekankan pada kebutuhan murid itu sendiri. Bakat alami yang melekat pada murid ditajamkan. Dengan cara mencocokkan pendidikan bersama bakat, pekerjaan, aspirasi, dan gerakan rakyat. Maka metode tersebut merupakan cara memajukan kecerdasan, perasaan, dan kemauan murid yang melihat langsung situasi ketimpangan sosial di masyarakat (mengamati realita). Sehingga dengan melihat situasi ketimpangan sosial yang ada, sejatinya tidak menjauhkan murid dengan rakyat dan tidak memisahkan antara kaum terpelajar dengan yang tidak. Dengan metode dialog yang ajeg antara guru dan murid, keikutsertaan aktif serta bersama-sama mengamati realita. Tidak hanya memperoleh pengetahuan tentang realitas yang terjadi itu secara kritis, tetapi juga dalam tugas menciptakan kembali pengetahuan itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline