WAISAK UNTUK BERKARYA BAGI DUNIA
Hari ini seluruh umat Buddha di dunia memperingati hari yang sangat sakral dan penting yaitu Tri Suci Waisak. Hari yang memperingati tiga kejadian utama dalam kehidupan Sang Buddha Sidharta Gautama yaitu kelahiran, pencapaian penerangan sempurna, dan parinibbana. Sebuah moment yang tepat bagi kita semua untuk berdoa dan merefleksikan diri, tentang apa makna hidup dan kehidupan itu sendiri. Berkaca dari teladan hidup Sang Buddha yang kononnya adalah seorang putra mahkota dan pewaris kerajaan, hidup dengan bergelimang harta serta tahta, serta dikelilingi keluarga yang nyaris sempurna. Namun demikian, beliau lebih memilih mencari arti kebahagiaan hidup dengan menyendiri bertapa di hutan belantara, tanpa membawa harta sedikit pun. Apa yang bisa kita maknai dari keteladanan hidup beliau yang penuh pelajaran berharga?
Pernahkah sesaat kita bertanya dalam diri kita, sebenarnya apa tujuan kita terlahir di dunia ini? Tuhan Sang Maha Pencipta dan Penguasa Alam Semesta tidak mungkin sekedar iseng atau becanda saat menciptakan sesuatu apalagi kita sebagai mahkluk-Nya yang berstatus paling tinggi derajatnya dibanding ciptaan-Nya yang lain.
Pasti ada sebuah tugas dan misi yang ditaruh di pundak dan kedua tangan kita untuk dijalankan semasa kita berpijak di bumi dan menghirup oksigen ini. Dan tugas itu pastilah sesuatu yang luhur dan mulia, bukan tugas sembarangan atau biasa-biasa saja. Apakah tugas itu?
Lihatlah bagaimana Sang Buddha sepanjang hidupnya memaknai arti dan tugasnya di dunia ini! Setelah melihat empat kejadian fana saat berkeliling Kerajaan dan membaur dengan rakyat, beliau menyadari bahwa harta dan tahta bukanlah kebahagiaan yang sesungguhnya. Empat kejadian itu adalah melihat orang menua, orang sakit, orang meninggal dunia, dan seorang pertapa. Pintu kebijaksanaan beliau terbuka menyaksikan empat hal tersebut dan menjadi bahan perenungan yang dalam baginya untuk mencari "obat" bagi kefanaan dunia itu.
Setelah melewati proses meditasi yang sangat berat dan penuh penderitaan di hutan Uruwela, bahkan hampir merenggut nyawanya sendiri, akhirnya beliau mencapai kesadaran sempurna dan menemukan "obat" yang dicarinya itu. Apakah selesai sampai di situ? Tentu saja tidak! Tugas berikutnya sebagai misi hidupnya adalah membabarkan dharma untuk memberitahukan "obat" tersebut kepada seluruh umat manusia.
Tugas ini dilakukan bukan hanya sehari atau dua hari, setahun atau dua tahun. Tetapi masa pembabaran dharma yang dilakukan Sang Buddha berjalan konsisten selama 45 tahun tidak terputus sehari pun. Demi siapa? Demi umat manusia agar dapat menempuh jalan kebenaran dan berpegang pada kebenaran hati Nurani.
Dharma yang demikian agung telah disampaikan Sang Buddha semasa hidupnya. Pada usia ke-80 tahun, beliau memasuki parinibbana di Kusinara, meninggalkan 84.000 sutrapitaka berisikan ajaran selama 45 tahun pada masa pembabaran dharmanya. Sungguh sebuah karya yang spektakuler dan agung untuk seseorang yang pernah hidup di dunia ini.
Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita berkarya? Karya apa yang telah kita lakukan untuk ditinggalkan bagi sesama dan dunia sampai detik ini? Adakah sesuatu yang bernilai baik dan positif dengan keberadaan kita selama puluhan tahun di bumi ini untuk dikenang orang sebagai jasa? Ingatlah, Sang Pencipta tidak pernah iseng dan becanda saat menciptakan kita. Pasti ada sebuah tugas penting untuk kita kerjakan di alam raya ini. Melalui moment Waisak ini, mari bersama-sama kita merenungi! Apa tugas penting kita itu?
- Berkarya sepenuh hati
- Apapun pekerjaan kita hari ini, bersyukurlah! Dengan tangan dan kaki ini kita masih mampu bergerak dan bekerja. Bahkan jutaan saudara kita yang terlahir tidak lengkap dengan anggota tubuh tertentu pun masih bekerja dan berkarya besar. Mereka tidak duduk meratap dan menunggu uluran tangan untuk dikasihani, tetapi mereka bangkit dan turut membangun dunia sekitarnya dengan segala keterbatasan. Nick Vujicic sang motivator dunia bahkan harus melalui percobaan ribuan kali hanya sekedar untuk berdiri tegak karena terlahir tanpa kedua tangan dan kaki.
- Segala puja puji kita panjatkan ke hadirat Tuhan atas sempurnanya kondisi badan kita ini. Belum lagi ada bonus bagi sebagian orang berupa kecerdasan, ketampanan, dan kecantikan. Tanpa kendala yang berarti kita dapat menjalankan aktivitas dan pekerjaan kita hari ini. Apakah itu seorang tenaga pendidik, tenaga medis, para ahli, para pakar, dan kaum professional. Atau pekerjaan yang banyak mengandalkan otot dan ketangkasan, apa pun itu. Bekerjalah dengan penuh rasa syukur dan lakukanlah sebaik-baiknya hingga pekerjaan itu melahirkan sebuah karya yang bisa bermanfaat bagi orang lain.
- Seorang penulis misalnya, lahirkanlah buah pena yang membuka cakrawala berpikir yang lebih luas bagi para pembaca! Tulislah karya yang dapat membuka pintu kearifan dan kebijaksaanan orang banyak sehingga memiliki daya gugah berupa ajakan menciptakan dunia yang lebih baik lagi sentosa! Atau seorang guru, bimbinglah para tunas bangsa menjadi generasi yang penuh harapan dan tahu arah hidup! Walaupun tantangan kesabaran menjadi kerikil tajam dalam upaya mendidik, tapi yakinlah bahwa Tuhan sedang mempersiapkan karpet merah untuk Anda di keabadian!
- Berkarya karena cinta
- Memang ada kalanya lelah dan nestapa menghinggapi kita kala memperjuangkan sebuah karya. Wajar adanya kita berhenti sejenak dan mencari sandaran guna melepaskan kepenatan jiwa dan raga. Manusiawi jika kita pernah mengeluh beratnya sebuah tanggung jawab dan beban di pundak kita yang ringkih. Tidak apa-apa! Memang ada masanya kita mengalami kemunduran seperti itu. Panah yang ingin melesat jauh mengenai saran harus ditarik mundur dulu, bukan?
- Ada sebuah kekuatan yang mampu membuat kita kembali berjalan, bangkit, dan meneruskan perjalanan. Kekuatan itu bernama cinta. Sang Buddha maha welas asih, membabarkan Dharma tiada kenal lelah demi manifestasi cinta kasihnya pada umat manusia. Bagaikan cinta dan kasih seorang ibu yang rela melupakan derita dan sakitnya saat melahirkan buah hatinya dan tersenyum bahagia melihat sang jabang bayi. Itulah cinta yang sebenarnya.
- Para pendahulu pendiri bangsa ini sudah membuktikan cintanya pada kita dan Ibu Pertiwi. Kala itu, pengorbanan jiwa raga pun dipertaruhkan demi kecintaannya pada bangsa dan negara ini. Puncaknya, sang Bapak Proklamator kita membacakan Proklamasi Kemerdekaan di tengah deritanya menahan panas suhu tubuhnya akibat penyakit malaria. Walaupun dalam keadaan sakit, atas nama cintanya, kemerdekaan dikumandangkan dengan gagah berani. Sang Bunda Teresa dari India juga tidak henti-hentinya menebarkan cintanya lewat Misionaris Cinta Kasihnya kepada masyarakat dunia.
- Cinta memang memiliki kekuatan yang dasyat. Bukan saja melahirkan ribuan kisah yang menggugah hati, tapi juga melahirkan ribuan karya yang merubah dunia menjadi lebih baik. Mari kita menjadi bagian dari kebesaran cinta, niscaya hidup akan sangat bernilai serta bermakna.
- Berkarya tanpa penyesalan
- Hidup kita sekejab mata saja di dunia ini. Manusia yang dinobatkan sebagai orang paling panjang usia jaman sekarang saja "hanya" mencapai 122 tahun yaitu Jeanne Louise Calment, seorang wanita berkebangsaan Perancis. Sesuatu yang patut disyukuri jika kita nantinya mampu memecahkan rekor usia tertua tersebut dalam keadaan sehat walafiat.
- Kita sepakat bahwa umur panjang bukanlah satu-satunya kebanggaan bagi kita. Seberapa pun lebar usia kita bukanlah sebuah jaminan kebahagiaan dan keberhargaan hidup. Bahkan di banyak kejadian, kematian seorang bayi atau anak bau kencur pun mampu menggugah dunia dan kemanusiaan serta mengetuk sanubari banyak orang. Seorang penulis sekaligus psikolog ulung, John Izzo menuliskan sebuah pertanyaan yang patut direnungkan kita semua dalam bukunya yang luar biasa berjudul Temukan Lima Rahasia Sebelum Mati: Apa yang kita pikirkan saat kita duduk di atas kursi goyang di teras rumah pada usia senja kita? Apakah akan ada penyesalan?
- Sang Buddha memasuki Parinibbana dengan tersenyum bahagia tanpa penyesalan setitik pun. Orang-orang besar dan berhati mulia yang pernah hidup juga meninggalkan dunia dengan penuh kedamaian. Mengapa demikian? Karena mereka sudah menunaikan misi hidupnya dengan baik dengan meninggalkan karya-karya untuk dunia dan manusia. Senyuman terbaik menghiasi raut wajah mereka saat menghembuskan nafas terakhirnya.
- Pada jaman kita saat ini, dengan didukung oleh teknologi yang demikian canggih, tentu tidak sulit bagi kita untuk berkarya. Aneka media sosial dapat menjadi saluran yang efektif untuk memajang karya-karya kita. Pertanyaannya hanyalah, apakah karya kita mengandung nilai manfaat bagi terciptanya dunia yang lebih nyaman dan tentram? Apakah karya kita memiliki daya gugah dan pencerahan sehingga pemirsa dapat tergerak merefleksikan dirinya ke arah pengembangan kharakter yang lebih baik? Sudahkah kita berkarya untuk dunia yang lebih damai Sentosa?
- Janganlah terjadi malah sebaliknya, karya kita malah menjadi provokasi pada kehancuran dunia! Sebelum memosting sebuah tulisan, tayangan, atau sekedar mengetik komentar, pikirkanlah sebaik-baiknya dampak dari karya kita itu! Pikirkan matang-matang! Menghibur jiwa-jiwa yang lara atau malah menyakiti perasaan orang tertentu? Menginspirasi atau malah menjerumuskan? Menggugah atau malah memprovokasi? Bersifat terlalu pribadi atau memang layak dikonsumsi orang banyak? Sebelum ada penyesalan saat kita duduk di kursi goyang nanti, ada baiknya bijaklah dalam berkarya!
- Selamat hari Tri Suci Waisak, selamat berkarya untuk dunia!
SEMOGA SEMUA MAKHLUK BERBAHAGIA dan DUNIA SATU KELUARGA!