Lihat ke Halaman Asli

Tongato

Pendidik

Memimpin dengan Adab, Pelajaran Penting dari Seorang Aktivis

Diperbarui: 18 Juli 2024   13:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buku Dipo Alam, dalam Pusaran Adab Dipimpin dan Memimpin (Dokpri)

Memimpin dengan Adab, Pelajaran Penting dari Seorang Aktivis 

Membaca buku "Dipo Alam, dalam Pusaran Adab Dipimpin dan Memimpin, Biografi Seorang Aktivis" terbitan Gramedia 2022 yang hampir setebal seribu halaman ada banyak hal menarik. Ada banyak pula pelajaran yang dapat kita petik di dalamnya.

Kita mengenal Dipo Alam, seorang aktivis mahasiswa era 1970-an, era sebelum pemberlakuan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK).  Ia adalah Ketua Dewan Mahasiswa (Dema) UI setelah Hariman Siregar.

Pada era NKK, aktivitas mahasiswa dibungkam dan Dewan Mahasiswa dibubarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Daoed Joesoef. Hal itu salah satunya untuk konsolidasi kekuasaan awal Orde Baru setelah peristiwa Malari 1974, penolakan terhadap modal asing, khususnya dari Jepang.

Dewan Mahasiswa baru hidup kembali saat Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta kini jadi Ketua Dewan Mahasiswa UGM tahun 1990-an. Kembalinya Dema ini mencapai puncak gerakannya saat menumbangkan Orde Baru yang kita kenal dengan lahirnya era reformasi.

Apa motif Dipo Alam menulis biografi? "Alasan pertama menulis biografi adalah soal kesehatan," katanya. Baginya, menulis adalah sarana terapi dirinya yang pernah terkena stroke. Menulis yang disertai aktivitas berpikir telah terbukti menyembukan stroke yang telah dialami tiga kali dalam hidupnya. Selain itu, juga ada kegelisahan tentang pentingnya adab dalam kehidupan sosial.

Persoalan adab menjadi bingkai dalam biografi Dipo Alam. Hal ini menarik karena Dipo yang aktivis kemudian menjelma menjadi birokrat setelah menyelesaikan studi kimia di UI dan di AS untuk mengambil doktor.

Sepulang dari AS ia berkarier di LIPI, Bapenas, Kemenko Perekonomian hingga jadi Menteri Sekretaris Kabinet era kedua Presiden SBY. Ada banyak pengalaman hidup yang berkaitan dengan adab dipimpin dan memimpin dalam kurun waktu tujuh presiden dari Bung Karno hingga Pak Jokowi.

Adab berasal dari bahasa Arab yang merupakan kata benda dari kata kerja adaba, nilai-nilai yang dianggap baik, sopan santun, tata krama. Adab dalam kamus bahasa Indonesia, artinya tingkah laku, akhlak, atau budi pekerti.

Dalam dunia pewayangan, ada dua penjaga adab, yakni Semar dan Togog. Semar menjaga para ksatria Pandawa yang berakhlak baik. Sementara Togog menjadi penjaga moral Kurawa, para durjana. Keduanya mengemban tugas mulia, hanya saja Semar lebih beruntung karena mengasuh orang-orang baik, sedangkan Togog ditakdirkan mengasuh para begundal moral. Dalam hal ini Cak Nun, menempatkan Dipo Alam dalam posisi sebagai Togog.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline