Lihat ke Halaman Asli

Tongato

Pendidik

Membangun Karakter di Sekolah

Diperbarui: 18 Juni 2015   02:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pembangunan karakter menjadi muatan penting Kurikulum 2013. Muatan ini berangkat dari itikad untukmenjadikan peserta didik memiliki karakter yang kuat sebagai generasi bangsa di tengah-tengah arus perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi. Dengan karakter yang kuat, diharapkan peserta didik menjadi generasi yang tangguh dan berkepribadian Indonesia sehingga tidak terombang-ambing dalam arus peradaban masyarakat global.

Mengingat pentingnya, pembangunan karakter ini, sekolah berperan penting dalam implementasinya. Guru menjadi ujung tombak penumbuhan dan pengembangannya sehingga, karakter peserta didik tumbuh dan berkembang. Paling tidak ada 7 agenda penting dalam upaya penanaman karakter kepada peserta didik ini.

Pertama, melakukan pembiasaan baik. Awalnya harus dipaksakan. Memang sulit, namun harus dilakukan sebagai proses menumbuhkan pembiasaan. Dengan pemaksaan pada tahap awal, diharapkan akan menjadi terbiasa. Analoginya, ketika seorang anak lahir di tempat yang orang tuanya mengkonsumsi makanan berbahan dasar beras, maka orang tuanya akan “memaksakan” kebiasaan makan beras pada bayinya. Dengan kebiasaan ini, anak tumbuh dengan konsumsi beras. Ketika sudah menjadi kebiasaan,  maka akan menjadi kebutuhan. Kelak ketika dewasa sudah makan roti yang berbahan dasar gandum, terasa belum makan karena belum mengkonsumsi beras.

Kedua, mulai dari hal-hal yang kecil. Membuang sampah pada tempatnya, memungut  sampah di jalan, cuci tangan sebelum makan, dan memberi salam ketika bertemu kawan merupakan beberapa hal yang mesti mulai dibiasakan. Hal-hal kecil yang mulai dibiasakan akan pelan-pelan melekat dalam diri peserta didik. Memorinya akan mencatat dan untuk kemudian bertindak. Dengan mulia dari hal-hal yang kecil-kecil, maka akan terakumulasi menjadi pupuk untuk bertumbuhnya karakter yang baik. Ingat peribahasa orang tua kita, sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit.

Ketiga, setiap ada kesalahan dalam perilaku yang tidak berkarakter, harus segera diperbaiki. Peserta didik yang melakukan perbuatan salah, harus segera diperbaiki, sekecil apapun kesalahan itu. Jangan sampai ditunda untuk menegurnya. Di sini peran guru yang berkarakter sangat dibutuhkan. Dengan segera memperbaikinya, konteks persoalan belum hilang. Contoh, ketika ada peserta didik mencontek dalam ulangan, guru segera bertindak saat itu juga akan lebih baik hasilnya dalam pembentukan karakter jujur daripada menunda setelah ulangan selesai. Disamping memberi efek jera bagi pelaku, juga akan memberi pelajaran bagi peserta didik lainnya.

Keempat, memuji perilaku yang baik. Pujian kepada peserta didik yang berperilaku baik, -- seumpama mengerjakan tugas tepat waktu sebagai wujud karakter berdisiplin --  sekecil apapun tindakan itu, guru harus secara spontan memberikan apresiasi. Hal ini sebagai bentuk penguatan terhadap perilaku yang baik. Sebagai guru, jangan ‘pelit’ memberikan pujian, meskipun juga jangan asal memuji. Pujian harus diberikan dengan tulus dan segera.

Kelima, ciptakan lingkungan yang mendukung perilaku berkarakter. Pembentukan perilaku berkarakter memerlukan lingkungan yang mendukung. Slogan atau poster himbuan perilaku bersih, penyediaan tempat sampah yang memadai, dan toilet yang bersih adalah beberapa contoh penciptaan lingkungan yang mendukung. Pihak sekolah harus proaktif dalam penciptaan lingkungan ini.  Selain itu, program mengundang pihak eksternal untuk memberikan motivasi perilaku sehat misalnya,  juga perlu dilakukan. Satu tahun sekali, pihak sekolah bisa mengadakan acara ‘sikat gigi massal’ kerjasama dengan produksen pasta gigi adalah satu hal yang dapat dilakukan.

Keenam, menjalin komunikasi dengan orang tua/wali. Sekolah merupakan salah satu komponen dalam pembentukan karakter, selain orang tua/wali, masyarakat dan pemerintah. Agar maksimal dalam upaya pembentukan karakter, sudah seharusnya sekolah menjalin kerjasama dengan orang tua/wali.  Orang tua/wali menjadi mitra utama dalam penanaman karakter. Guru dapat mengkomunikasikan kendala-kendala dalam pembiasaan karakter  dan keberhasilan-keberhasilannya dalam pembentukan karakter putra/putrinya.  Komunikasi yang terjalin baik, akan memastikan konsistensi penanaman karakter di sekolah dan di rumah. Apa yang diajarkan di sekolah akan sama dengan apa yang dilakukan di rumah.

Ketujuh, keteladanan. Inilah hal yang paling penting dan utama dalam membangun karakter peserta didik. Tanpa keteladanan guru dan juga orang tua, pembangunan karakter akan tak berarti apa-apa. Satu keteladanan akan lebih berarti daripada seribu kata-kata.  Sebab, anak adalah peniru ulung apa yang dilakukan guru atau pun orang tua.

Demikian, tujuh agenda penting dalam membangun karakter. Mulai dari diri kita, dan sekarang  juga merupakan tindakan keteladanan yang mesti dilakukan. Mari kita bertindak, untuk bergerak membangun karakter diri dan peserta didik kita.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline