Lihat ke Halaman Asli

Tonang Dwi Ardyanto

TERVERIFIKASI

Akademisi dan Praktisi Pelayanan Kesehatan

Berapa Pendapatan RS dari Covid-19?

Diperbarui: 18 Juni 2020   10:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesian medical workers conduct coronavirus drill at the Margono Soekarjo Hospital in Purwokerto, Central Java, on Monday. (Antara Photo/Idhad Zakaria)

Ketika beliau Menneg BUMN mengatakan seperti pada bagian dari foto terlampir ini, wajar diduga, tidak ada maksud buruk. Disebutkan tujuannya adalah "agar masyarakat tetap berdisiplin menjalankan protokol kesehatan karena biaya perawatan besar".

Patut diduga, angka-angka itu berasal dari PAGU yang ditetapkan pada Kepmenkes 238/2020. Pagu itu pun tentu ada acuannya dari Kemenkeu. Dokumen regulasi ini bersifat publik. Siapapun bisa mengaksesnya. Jadi sama sekali tidak ada rahasia. Tidak ada maksud disembunyikan.

Dalam Kepmenkes itu, ketika RS merawat pasien Covid, maka biayanya ditanggung pemerintah. Ada Undang-undangnya. Ada peratuan teknisnya. Salah satunya Kepmenkes 238/2020 tersebut.

Tapi ada angka rinciannya sebagai PAGU. Mengapa disebut pagu? Karena itu menjadi batas atas. Artinya, tidak mungkin melebihinya.

Lho kok besar? Dalam Kepmenkes ada standar biayanya. Yang besar adalah untuk sarana prasarana (ruang isolasi, alur dan zonasi khusus covid), alkes (harus terpisah dengan layanan non covid) dan APD dengan semua kelengkapannya. Itu komponen besarnya. Itu semua juga ada pagunya. Harus juga lolos verifikasi BPJSK.

dokpri

.

RS tidak bisa seenaknya mengajukan sebesar-besarnya. Walaupun bisa saja sebenarnya memang untuk satu pasien diperlukan lebih dari pagu karena kondisi masing-masing.

Dalam uraian tersebut, ada syarat dan ketentuannya. Ada standar pelayanannya. Ada rincian syarat pasien yang boleh diajukan klaimnya. Apa saja yang harus diperiksa. Apa saja yang harus diberikan obatnya. Apa saja tindakan yang harus dilakukan. Dimana perawatan harus dilaksanakan. Tidak boleh sembarangan.

Setelah selesai perawatan, RS baru boleh mengajukan. Dana disalurkan melalui Kemenkes. Tapi untuk dapat mencairkannya, harus ada proses verifikasi. Kemenko PMK menugaskan BPJSK untuk menjadi verifikator. Ada 4 tugas. Salah duanya adalah: memastikan terlayaninya pasien covid dan memastikan pelayanan sesuai standar.

Mekanisme segitiga ini menjadi standar menuju transparansi dan akuntabilitas. Kemenkes menerbitkan Standar Pelayanan Covid. RS menjalankan sesuai standar. BPJSK menilai pelaksanan standar.

Dengan demikian, RS tidak bisa sembarangan mengajukan. Kemenkes tidak bisa begitu saja mencairkan. BPJSK memiliki tugas verifikasi, tentu juga harus mempertanggung jawabkan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline