Lihat ke Halaman Asli

Tonang Dwi Ardyanto

TERVERIFIKASI

Akademisi dan Praktisi Pelayanan Kesehatan

JKN: Katanya Gotong Royong, Kok Pakai Sanksi?

Diperbarui: 26 Oktober 2019   13:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kita bisa berdebat, tetapi keputusan politik sudah diambil bersama: JKN mencakup manfaat sangat luas. Hampir semua kondisi sakit, termasuk dijamin. Kondisi sakit, bukan yang untuk tujuan kosmetik tentu saja.

Mau menjadi peserta juga tidak perlu periksa kesehatan. Yang beriwayat sering sakit dengan yang sehat segar bugar, sama iurannya. Laki-laki dan perempuan, sama iurannya. Dari bayi baru lahir sampai yang lansia, sama iurannya.

Untuk itu pun, besaran iurannya relatif rendah. Jangan tergesa dibantah: murah buat siapa? Tentu bila dibandingkan dengan cakupan manfaat dan mudahnya syarat.

Kok bisa? Ya itu memang harapannya suatu Asuransi Sosial. Filosofinya Gotong Royong. Saling menolong, agar banyak yang tertolong. Kalau Gotong Royong tentu memang tidak banyak syarat formal.

JKN itu sebenarnya juga Gotong Royong. Maka semua wajib ikut serta. Semua wajib ikut urun uang. Kemudian dikumpulkan bersama-sama. Bila ada yang membutuhkan karena sakit, dipakailah dana bersama tersebut. Kalau ada yang benar-benar tidak mampu ikut urun, hadirlah pemerintah membantu iurannya.

Kalau ada warga tidak mau ikut gotong royong, atau yang enggan ikut urun? Tentu ada "sanksi sosial". Itu sudah lama berjalan sebenarnya dalam masyarakat. Biasanya justru tidak tertulis aturannya. Tapi tegas dan berjalan penerapan sanksinya. Hanya ketika jumlah warganya makin besar, makin kompleks, maka sanksi sosial itu dirumuskan lebih formal.

Pasal 20 ayat (1) UU SJSN 40/2004 menyatakan bahwa Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.

Bagi yang tidak mau ikut menjadi peserta JKN atau tidak mau membayar iurannya, ada "sanksi sosial". PP 86/2013 merumuskan "sanksi sosial" itu menjadi formal. Salah satunya adalah pembatasan layanan publik. Diantaranya untuk pengurusan IMB, SIM, Paspor, Sertifikat tanah dan STNK.

Tapi ada yang tidak adil: masak yang daftar duluan dan daftar belakangan, kok dapat jaminannya sama? Ya karena prinsip gotong royong tadi. Beda dengan prinsip "menanam saham" tentunya.

Justru karena itulah, mari hindari hal-hal yang membuat orang lain tidak nyaman. Sudah dimudahkan dengan prinsip Gotong Royong, maka jangan mempersulitnya. Jangan membuatnya justru menjadi sulit.

Tapi kok masih banyak keluhan? Nah.... ini harus dibahas tersendiri lagi. Jangan-jangan itu juga karena di posisi kita masing-masing, masih banyak yang mempersulit jalannya JKN?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline