Kemarin sore, ada diskusi menarik di sebuah grup pengendali JKN RS (tim internal RS yang mengendalikan pelayanan JKN). Ada salah seorang anggota tim yang menyatakan mengundurkan diri dari tim. Tergambar nuansa kelelahan pada kalimat pamitnya dari grup. Teman-teman lain menanggapinya dengan menuliskan bahwa memang tugas tim itu melelahkan. Hmm...
Mengapa melelahkan? JKN memang sebuah perubahan besar dalam tatanan pelayanan kesehatan. Disebut tatanan karena sebenarnya melibatkan banyak pihak: penyedia, pengguna, penyelengggara, pendukung, dan tentu saja regulator. Para pihak itu semua terlihat memang sama-sama terbata-bata mengimplementasikan JKN seperti yang diharapkan. Sementara ada beda cukup jelas dalam hal cara pandang antara sisi penyelenggara (BPJSK) dan penyedia layanan (Faskes dan Nakes). Di lapangan, gesekan dan beda pendapat, masih kerap mewarnai, dalam perjalanan 2 tahunan JKN ini.
Bagi RS sendiri, perubahan itu tidak jarang menimbulkan ketegangan internal: antara manajemen dan pemberi layanan langsung. Tidak jarang muncul rasa saling curiga, berasumsi, berbeda pendapat, yang semua itu menjadikan mudah emosi, lelah, dan mudah "pecah". Maka kemudian dibentuk lah semacam Tim Pengendali (dengan variasi nama antar RS). Tujuannya menjadi wadah untuk meminimalkan friksi dan saling curiga tersebut. Menjembatani antara manajemen dan pemberi layanan langsung.
Mudah dibayangkan bahwa Tim itu kemudian menjadi tumpuan, termasuk menjadi jembatan penghubung antar pihak dalam mengawal pelaksanaan JKN. Jadilah Tim ini yang harus bekerja keras, mendekatkan perbedaan pendapat, mendudukkan masalah, mencarikan solusi, mempelajari regulasi dan berusaha tidak ketinggalan informasi, sampai harus juga "berdiskusi" dengan pihak BPJSK. Harus jeli mencermati masalah dalam layanan, sabar mendorongkan perbaikan internal, tekun mempelari regulasi dan informasi, "cerdas" dalam menghadapi keluhan internal maupun dari peserta, sampai harus ulet dalam proses "diskusi" dengan pihak luar, terutama BPJSK.
Karena itu, menjadi anggota Tim Pengendali semacam itu adalah beban dan tantangan tersendiri. Tidak jarang itu berarti jam kerja adalah 24 jam. Tidak jarang itu berarti "dicurigai" teman sendiri. Tidak jarang itu berarti harus merelakan waktu yang seharusnya untuk keluarga. Tidak jarang dicurigai sebagai "dapat lebih". Hehehe.... semoga mewakili suara hati teman-teman Tim Pengendali dimanapun berada.
Sebagai pribadi, tidak jarang (atau sebenarnya sering), saya juga merasakan posis sebagai "jembatan" tersebut. Seorang teman Dokter dalam grup angkatan menyebutkan: jadi jembatan itu risikonya besar, bisa-bisa ditaboki (dipukuli) kanan kiri. Hehehe.... Jangan salah, saya juga mendapat tentangan dan "kecurigaan" tidak hanya dari sisi teman-teman pemberi layanan tapi juga pihak lain.
Kegalauan saya juga bertambah ketika membawa bendera Perhimpunan dan Asosiasi RS. Tantangan besarnya adalah menegakkan diri sebagai akademisi, tetapi juga harus membawa aspirasi organisasi. Saya menyebutnya bagai meniti buih. Itu salah satu alasan mengapa lebih sering saya menahan diri ketika hendak menanggapi suatu isu terjait JKN. Harus benar-benar menimbang dulu posisinya.
Semoga JKN semakin berjalan sesuai harapan, agar teman-teman Tim Pengendali di internal RS, makin nyaman bekerja semata-mata untuk pelayanan itu sendiri. Semoga juga, rasa saling curiga, saling prasangka, akan semakin berkurang.
Sementara itu, ijinkan saya menyanyikan lagu ini, tetapi tidak ada kaitannya dengan hubungan asmara:
Kita telah bersama, Sekian lama dalam gita cinta, Namun tiada jua rasa saling seia sekata
Selayaknya kau coba, Meyibakkan tirai antar kita, Begitu jauh ku rengkuh hati mu, Di seberang jalan ku